Kabar24.com, JAKARTA -- Pemerintah memastikan pemuatan kejahatan luar biasa atau Extra Ordinary Crime dalam revisi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak akan mendegradasi lembaga eksisting.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan lembaga yang menangani kejahatan luar biasa seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme hingga Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan tidak akan terdampak dari pengaturan ini.
"KUHP [hasil revisi merupakan] konsolidasi material, tidak mengubah aturan yang berlaku saat ini," kata Yasonna di Jakarta, Selasa (30/5).
Dia menyatakan penegasan ini untuk menampik kekhawatiran KPK dan BNN. Kedua lembaga yang bertugas menindak kejahatan luar biasa itu khawatir terjadi tumpang tindih aturan hingga pelemahan terstruktur lembaga karena KUHP menjadi pegangan utama pidana umum yang banyak ditangani Kepolisian.
Ketua Tim Perumus RUU KUHP Muladi mengatakan pengaturan kejahatan luar biasa direvisi merupakan upaya kodefikasi dan konsolidasi. Dia menegaskan pidana luar biasa masih memerlukan pengaturan dan lembaga khusus seperti yang ada saat ini.
Justru dengan aturan baru ini, kata dia, sejumlah kejahatan luar biasa yang belum tersentuh hukum akan tertangani. Perluasan ini meliputi penyuapan di lingkungan swasta, tindakan memperkaya orang lain atau korporasi secara tidak sah, penyuapan pejabat publik hingga asing, serta perdagangan pengaruh.
"Tidak akan mengganggu dan melemahkan pidana khusus KPK," katanya.
Ketua Panitia Kerja RUU KUHP Benny Kabur Harman menunggu satu suara di lingkungan pemerintah.
Dia mengatakan lembaga negara yang menolak pengaturan kejahatan luar biasa dalam KUHP juga bagian dari pemerintah.
Dia mengingatkan, agar timeline yang disepakati dapat terlaksana. Dalam kesepakatan pemerintah dan DPR itu RUU KUHP ditargetkan dapat ditetapkan sebagai undang-undang pada Juli mendatang.