Kabar24.com, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dugaan penyimpangan penggunaan fiktif atas dana yang digunakan dalam proyek pengadaan kapal nelayan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
KNTI melihat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengulang masalah proyek pengadaan 1.000 Kapal “Inka Mina” yang dilakukan pemerintahan sebelumnya. Untuk itu, KNTI mendesak BPK segera melaksanakan PDTT.
Tindakan ini untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan penggunaan fiktif atas dana yang digunakan dalam pelaksanaan proyek pengadaan kapal nelayan oleh KKP. Dalam siaran pers KNTI, Minggu (28/5/2017), hal ini berdasarkan atas predikat “Tidak Memberikan Pendapat” atau “Disclaimer” yang diberikan BPK kepada KKP atas laporan keuangannya tahun ini.
Menurut BPK, salah satu penyebab lahirnya predikat tersebut adalah hasil dari pemeriksaan atas pengadaan 750 kapal untuk para nelayan. Jika didasarkan pada aturan, pengadaan itu seharusnya selesai sesuai tahun buku yaitu pada 31 Desember 2016. Namun, selama proses berjalan ternyata hanya mampu merampungkan 48 kapal dan bahkan pengadaannya diperpanjang hingga Maret 2017, sedangkan anggaran senilai Rp209 miliar untuk pengadaan barang tersebut sudah keluar.
Diketahui juga bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan perpanjangan adalah harus adanya berita acara serah terima (BAST), sedangkan proses administrasi itu belum selesai. KNTI menilai hal tersebut menandakan adanya masalah pada BAST.
"Berdasarkan alasan yang diberikan oleh BPK, sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa para auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan KKP telah menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pertanggungjawaban pengadaan kapal-kapal nelayan tersebut.
Baca Juga
Hal ini sejatinya melahirkan sebuah indikasi kuat bahwa telah terjadi penggunaan fiktif atas dana yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal-kapal nelayan tersebut," tulis KNTI.
Masalah dugaan kecurangan dalam pengadaan kapal untuk nelayan ini merupakan permasalahan yang cukup vital karena berkaitan langsung dengan hajat hidup para nelayan.
Tindak lanjut harus segera dilakukan mengingat kesimpang-siuran informasi yang sudah terlanjur tersebar di masyarakat mengenai dugaan penggunaan fiktif atas dana tersebut dan sudah menjadi tanggung jawab dari BPK untuk membuatnya menjadi terang-benderang.