Bisnis.com, JAKARTA-Setiap daerah pasti memiliki kisah asal usulnya masing-masing. Tak jarang, sejarah berdirinya suatu tempat bersentuhan dengan legenda maupun mitos yang akhirnya berkembang menjadi cerita rakyat.
Salah satu cerita rakyat yang cukup terkenal adalah berdirinya Kota Surabaya. Menurut legenda, pada zaman dahulu hiduplah dua binatang buas di lautan, yaitu ikan sura (hiu) dan buaya.
Kedua hewan tersebut sama-sama angkuh dan tidak mau kalah. Karena memperebutkan makanan dan kekuasaan, suatu ketika mereka terlibat pertarungan sengit yang berlangsung lama. Lelah bertempur, pada akhirnya mereka sepakat membagi wilayah kekuasaan.
Waktu silih berganti, ikan-ikan yang menjadi mangsa sura di lautan mulai habis dan diapun diam-diam masuk ke wilayah kekuasaan buaya di muara sungai untuk mencari mangsa. Saat mengetahui sura melanggar perjanjian, buaya marah besar.
Pertarungan sengit pun pecah lagi antara keduanya. Buaya menggigit ekor sura hingga hampir putus, sedangkan sura menggigit ekor buaya dari sisi kanan sehingga ekor buaya selalu terlihat membelok ke kiri.
Meskipun pada akhirnya buaya berhasil mengalahkan sura dan memperoleh kembali wilayah kekuasaannya, kedua hewan itu terluka parah akibat pertarungan tersebut dan pada akhirnya mereka pun sama-sama meregang nyawa.
Legenda pertarungan sura dan buaya itu begitu berkesan bagi warga Surabaya, dan diyakini sebagai mitos berdirinya kota tersebut. Bahkan, kedua binatang legendaris tersebut didapuk menjadi simbol kota terbesar kedua di Indonesia itu.
Bagaimanapun, banyak juga kalangan yang mempercayai bahwa Surabaya berasal dari kata sura yang berarti jaya, dan baya yang berarti selamat. Sehingga, Surabaya memiliki makna simbolis ‘selamat dalam menghadapi bahaya’.
Di era modern, memaknai hari jadi Surabaya tidak lagi selalu dikaitkan dengan cerita-cerita rakyat, mitos, atau legenda. Ada banyak cara kreatif yang dilakukan warga Surabaya untuk mengenal lebih dekat kota kecintaannya itu.
Salah satunya seperti yang dilakukan generasi muda dari jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) UK Petra. Mereka memaknai hari jadi Surabaya yang jatuh pada 31 Mei dengan menggelar pameran seni visual bertajuk Kotakukotakita sepanjang bulan ini.
Pameran tersebut dihelat selama 5 Mei—3 Juni sebagai wujud respons dari civitas akademika untuk memperingati HUT Kota Surabaya ke-724, serta sebagai ungkapan rasa syukur dan kecintaan pada kota yang saat ini dipimpin oleh Tri Rismaharini itu.
Koordinator pameran, Rebecca Milka, menjelaskan terdapat 30 karya seni visual yang meliputi seni lukis, grafis, ilustrasi, instalasi, video, dan sebagainya. Setiap karya memberikan menggambarkan tentang dinamika Kota Surabaya.
“Kotakukotakita ini adalah ekspresi dan apresiasi, serta kebanggaan kami atas Surabaya. Namun, sekaligus menjadi kritik dan doa agar Surabaya terus tumbuh, terutama dalam membangun masyarakat dengan karakteristik yang unik melalui seni dan budaya,” tuturnya.
Rebecca memaparkan pameran tersebut mengangkat berbagai subtema yang mencakup ragam permasalahan kota, impresi dan apresiasi warga Surabaya, kondisi masyarakat, dan hal-hal lain yang tidak terpantau. Semua dikemas secara apik dan unik.
BERBAGAI KARYA
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Subo dari Aristarchus Pranayama. Karya ini menginterpretasikan kembali legenda berdirinya Surabaya, yang melibatkan dua makhluk buas legendaris.
Alih-alih menggambarkan ikan sura dan buaya sebagai dua kubu yang berseteru, kedua entitas itu justru digambarkan sebagai simbol pemersatu menuju kebhinekaan dan harapan akan Surabaya di masa yang akan datang.
Ada juga karya digital imaging dari Adrian Dektisa Hagijanto bertajuk Semanggi Suroboyo yang mengupas cerita tentang makanan khas yang hanya ada di Surabaya itu. Karya lain berjudul Distorted Surabaya dari Daniel Kurniawan menampilkan dinamika kota tersebut.
Lain halnya dengan Cindy Muljosumarto dan Hartaman Satrio yang memaknai hari jadi Kota Surabaya dengan karya kolaborasi bertema KOTAKITA.Karya visual mereka menggambarkan modernisasi yang menghempas Surabaya.
“Kami menampilkan transformasi Surabaya menuju kotakotak /ko·tak-ko·tak/ metropolis modern yang berbaur dengan ikon-ikon Kota Surabaya, yang digambarkan melalui karya instalasi interaktif dari barang bekas berbentuk dasar kota yang bisa ditemui sehari-hari.”
Karya lain yang tak kalah menarik adalah Keber PKL: A Creative Contribution to Surabaya yang dikerjakan oleh Maria Nala Damajanti, Elisabeth Christine Yuwono, Ferry Harjanto, Pauline Yosephine.
Pameran seni visual tentang interpretasi generasi muda terhadap hari jadi Surabaya itu sekaligus menjadi rangkaian obyek penelitian dosen, tugas akhir para mahasiswa DKV UK Petra, serta bagian dari program pengabdian kepada masyarakat.