Kabar24.com, JAKARTA--Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengajak seluruh unsur masyarakat melawan tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan jaringan di tingkat lokal maupun tingkat internasional.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, perdagangan orang merupakan bentuk perbudakan secara modern yang terjadi tidak hanya di tingkatan nasional, tetapi juga internasional.
Perkembangan teknologi informasi, lanjutnya, makin membuat modus perdagangan orang juga semakin canggih. Untuk memperkuat perlawanan terhadap pelaku TPPO, pemerintah kemudian menerbitkan UU No 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO.
“Hadirnya UU Pemberantasan TPPO diharapkan dapat menekan kasus perdagangan orang karena hukuman pidana yang diatur dalam aturan ini cukup berat, yaitu minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun. UU ini juga mengatur perlindungan dan hak-hak yang bisa diakses saksi dan korban perdangan orang,” ujarnya, Kamis (11/5/2017).
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, dari 2.000-an kasus perdagangan orang yang masuk ke LPSK, hampir dua pertiganya didominasi kasus perempuan dan anak.
Sedangkan dalam kasus TPPO, sangat jarang permohonan perlindungannya yang diajukan sendiri oleh korban, melainkan oleh aparat penegak hukum maupun lembaga pendamping saksi dan korban.
Baca Juga
“Kondisi ini menunjukkan sinergitas antarpenegak hukum sudah terbangun demi terpenuhinya hak-hak saksi dan korban khususnya dalam kasus TPPO,” tutur dia.