Kabar24.com, JAKARTA - Kasus Cak Budi, penggalang donasi yang menggunakan sebagian dana sumbangan untuk membeli mobil Fortuner, membukakan mata banyak pihak soal rentannya sumbangan diselewengkan.
Di sisi lain, hal itu juga seakan membuat pengumpul donasi lainnya patut dicurigai atau paling tidak masyarakat harus waspada kalau hendak menitipkan sumbangan untuk orang miskin atau kaum dhuafa kepada pihak-pihak tertentu.
Menurut Kemensos, apa yang dilakukan Cak Budi bertengangan dengan UU Nomor 9 Tahun 1961.UU ini mengatur tentang pengumpulan uang atau barang.
Dalam undang-undang tersebut tidak diperkenankan individu/pribadi/perseorangan mengumpulkan dana masyarakat baik berupa uang atau barang.
"Yang boleh hanya organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan misalnya level kabupaten/kota, provinsi, atau nasional dan harus dapat izin . Undang-Undang itu memang sudah lama karena diterbitkan tahun 1961, tapi masih berlaku dan belum dicabut," tutur Mensos Khofifah Indar Parawansa dalam keterangan resminya, Jumat (5/5/2017).
Dalam regulasi yang ada, pelanggaran terhadap UU No 9 Tahun 1961 diganjar pidana kurungan maksimal tiga bulan dan denda sebesar Rp10.000.
Saat ini, Kementerian Sosial sedang melakukan uji publik terhadap draft revisi Undang-Undang tersebut.
Adapun draft revisi tersebut telah disiapkan sejak 2014 dan mulai tahun 2016 melibatkan berbagai tim Non Government antara lain Oxfam, YLKI, Forum Filantropi, dan lain sebagainya. Sementara dari Pemerintah turut terlibat Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
"Prosesnya sudah berjalan dan mulai uji publik sebelum difinalkan kementerian Hukum dan HAM dan ahirnya dimasukan ke DPR. Harapannya bisa mendapatkan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," imbuhnya.
Diakui Khofifah, "UU Nomor 9 Tahun 1961 ini beberapa pasalnya sudah tidak relevan, utamanya terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana dan denda bagi yang melanggar dan lain- lain. Selain itu, juga belum mengantisipasi revolusi digital saat ini, termasuk efektivitas sosial media dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat."
Revisi Undang-Undang tersebut mengatur antara lain, jangka waktu pengumpulan, hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, sanksi dan lembaga pengawasan independen.
Khofifah mengatakan, apa yang dilakukan Cak Budi tentu sangat merugikan para donatur. Mengingat, para donatur yang menyumbangkan uangnya memasrahkan uang tersebut untuk diberikan kepada fakir miskin namun disalahgunakan.
"Menurut pengakuan Cak Budi, Toyota Fortunernya telah dijual dan seluruh uang donasi telah di serahkan kepada lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT). Total Rp1,7 miliar," tuturnya.
Teliti dan Hati-Hati Berdonasi
Selanjutnya, kepada masyarakat Khofifah berpesan untuk lebih teliti dan hati-hati saat akan mendonasikan uang miliknya guna keperluan zakat, infak, atau sedekah.
Sebaiknya, lanjut dia, masyarakat memercayakan donasinya kepada organisasi , badan atau lembaga donasi yang resmi dan ber izin serta telah terbukti kredibilitasnya.
"Kasus ini jadi pembelajaran, jauh lebih baik dan aman uang tersebut disalurkan melalui badan amal yang memang kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Insya Allah amanah dan pasti disalurkan ke mereka yang berhak," tuturnya.
Lantas, bagaimana dengan perlindungan terhadap pihak-pihak yang memang tergerak untuk membantu kaum papa dan menerima sumbangan dari pihak lain? Semoga soal ini bisa segera terjawab.