Bisnis.com, JAKARTA - Kisah Novel Baswedan, penyidik KPK kelahiran 22 Juni 1977 di Semarang, yang disiram air keras oleh dua pengendara motor di masjid Al Ihsan, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa (11/4/2017), menimbulkan banyak dugaan.
Tentu saja, semua dugaan itu, selalu dikaitkan dengan berbagai kasus korupsi yang ditangani oleh Novel. Bahkan ada yang menyeret-nyeret atau mentautkan kasus ini dengan Pilkada DKI 2017. Namun, semua baru dugaan, yang kebenarannya masih menunggu kepastian dari hasil penyelidikan pihak Kepolisian.
Novel Baswedan, yang menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2007, bukan orang baru dalam penanganan berbagai kasus besar di lembaga antirasua itu. Bahkan, Novel nyaris selalu dihadirkan dalam kasus itu, jika tidak bisa dikatakan selalu hadir.
Novel adalah sepupu mantan Menteri Pendidikan Anis Baswedan. Ia menjadi penyidik yang menangani kasus suap cek pelawat pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada 2004. Dalam kasus ini, isteri mantan Wakapolri Adang Dorojatun, Nunun Nurbaeti dipenjara terkait kasus suap cek pelawat itu.
Anda tentu juga masih ingat kasus Wisma Atlet di Hambalang, Sentul, Jawa Barat?
Tentu. Kasus ini akhirnya menyeret sejumlah pentolan Partai Demokrat. Sebutlah nama Menpora Andi Malarangeng dan adiknya Choel Malarangeng, Angelina Sondakh, Bendahara Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dalam kasus yang menggegerkan Tanah Air ini. Nama-nama yang disebut itu kini sudah mendekam di tahanan.
Baca Juga
Novel yang juga cucu anggota BPUPKI, Abdurrahman (AR) Baswedan, bahkan berhasil membawa pulang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dari pelariannya di Kolombia.
Riwayat Ringkas Novel Baswedan:
1996 - Lulus SMA Negeri 2 Semarang
1998 - Lulus Akademi Polisi
1999 hingga 2005 - Polres Bengkulu, Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu (2004)
2007 sampai sekarang - Penyidik KPK
Novel Baswedan mengawali kariernya di Kepolisian RI (Polri) pada 1998 setelah tamat dari Akpol, Ia juga menangani kasus korupsi yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar dan sejumlah kepala daerah a.l. mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Novel , yang bertugas di Polres Bengkulu pada 1999 hingga 2005, kini terlibat dalam penanganan kasus besar lain proyek pengadaan KTP elektronik yang menghabiskan anggaran Rp5,9 triliiun dan merugikan negara Rp2,3 triliiun.
Sejak menangani kasus-kasus besar itu, Novel kerap dihantam 'badai'. Polri pernah menyeret Novel dalam sebuah kasus yang sudah 'uzur'. Yakni waktu Novel bertugas di Polres Bengkulu.
Novel dijadikan tersangka oleh kepolisian dalam kasus penembakan tersangka pencurian sarang walet. Hingga akhirnya, pada Mei 2015, Novel pun ditangkap polisi atas kasus itu.
Pada 1 Mei 2005, tim dari Bareskrim menjemput Novel Baswedan dari rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dia berstatus tersangka kasus dugaan penganiayaan, dibawa dengan mobil menuju Gedung Bareskrim Mabes Polri. " Saya ditangkap Bareskrim, tolong kasih tahu pimpinan," tulis Novel dalam pesan pendeknya yang dikirimkan salah satu petugas KPK yang menolak disebutkan namanya kepada Tempo.co, Jumat, 1 Mei 2015.
Kasus Novel bermula saat ia menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu pada 2004. Novel yang masih berpangkat Iptu diduga menembak pencuri sarang walet.
Kasus itu pun telah diproses oleh kepolisian setempat. Namun, kasus ini kembali diperkarakan pihak kepolisian pada 2012.
Upaya penangkapan Novel itu dikaitkan dengan penetapan Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka kasus simulator SIM.
Saat itu, banyak pihak menganggap Novel yang merupakan penyidik kasus tersebut telah dikriminalisasi oleh Polri.
Namun, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta proses hukum terhadap Kompol Novel Baswedan dipandang tidak tepat, proses penyidikan terhadap Novel pun tenggelam.
Kasus Novel kembali mencuat menyusul kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK dan sejumlah penyidik lainnya. Lagi-lagi sejumlah pihak mengaitkan hal ini dengan langkah KPK menetapkan petinggi Polri sebagai tersangka.
KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang saat itu digadang-gadang menjadi calon kepala Polri, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait jabatannya.
(SIMAK JUGA: Kapolda Metro Investigasi Penyiraman Novel Baswedan)
Dalam mengungkap kasus e-KTP, Novel juga menghadapi persoalan. Penyidik senior KPK ini memeriksa anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Miryani.
Namun, dalam persidangan, Miryam mengaku diancam penyidik KPK [Novel di antaranya] saat diperiksa untuk memberikan keterangan terkait e-KTP sehingga menandatangani BAP.
Terkait tekanan itu, dalam kaitan kasus e-KTP, yang diungkapkan dalam persidangan, Novel Baswedan mengatakan: "Ada enam orang yang diduga menekan Miryam S Haryani agar tidak mengakui fakta menerima uang proyek e-KTP.
"Ada enam, pertama Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding. Satu lagi saya lupa namanya," kata Novel.
Belum lama, Novel dikabarkan mendapat Surat Peringatan (SP) dari pimpinan KPK. Diduga kuat, hal itu lantaran protes Novel, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK terkait rencana lembaga tersebut untuk mengangkat Ketua Satuan Tugas KPK dari luar KPK.