Kabar24.com, SEMARANG—Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta memproyeksikan kinerja Bank Perkreditan Rakyat konvensional maupun syariah di wilayah kerja tersebut akan lebih baik pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.
Hizbullah, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah (Jateng)-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengatakan kinerja yang lebih positif tersebut bisa dilihat dari beberapa faktor. Diantaranya, pertumbuhan kredit BPR dan BPRS hingga akhir 2017 bisa di atas realisasi tahun lalu yang mencapai 12%.
Di sisi lain, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) pada Januari 2017 diklaim menunjukan perkembangan yang menjanjikan.dengan pertumbuhan 12,5% untuk aset. Pertumbuhan itu lebih besardibandingkan dengan perbankan Jawa Tengah yaitu 11,7%.
Untuk kredit pada Januari lalu tumbuh 11,6%, di atas pertumbuhan perbankan Jawa Tengah yang sebesar 9,6%. Adapun untukpertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mencapai 13% lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan Jawa Tengah sebesar 11,8%.
“Karena kondisi ekonomi 2017 itu proyeksinya lebih baik dari 2016, pendorongnya banyak ekonomi kita sudah mulai membaik karena 2015 dan 2016 ada tekanan ekonomi nasional dan global. Lalu 2017 ini banyak infrastruktur di Jawa Tengah dibanguan seperti tol dan itu multiplier effect-nya banyak,” katanya, Rabu (22/3).
Dia mengatakan, BPR dan BPRS di Jateng dan DIY saat ini memiliki peluang sangat besar untuk terus bertumbuh ke depan.Pangsa pasarnya sangat besar karena tingkat inklusi keuangan di wilayah tersebut baru sekitar 29%.
Faktor lainnya adalah BPR dan BPRS bermasalah di Jateng-DIY berada di bawah 1%. Saat ini ada 306 BPR dan 38 BPRS di wilayah tersebut dengan jumlah yang bermasalah hanya dua bank yang beroperasi di Yogyakarta dan Solo.
Pihaknya kini tengah mencari investor baru untuk menyehatkan kembali kedua bank tersebut. Sebagai gambaran, terakhir kalinya OJK Jateng-DIY mencabut izin operasi BPR bermasalah yaitu pada 2015 sebanyak tujuh bank.
“Ada 344 BPR dan BPRS dan yang bermasalah hanya dua, itu tidak sampai 1% secara umum ini bagus dibandingkan dengan daerah lain. Yang dua tadi lagi proses cari investor masih ada waktu buat menyelamatkannya kalau tidak bisa lagi terpaksa izinnya dicabut dan itu keputusan komisioner di Jakarta untuk menutup ,” cetusnya.
Dia menambahkan, proyeksi pertumbuhan BPR dan BPRS tahun ini lebih baik pun tak terlepas dari tingkat NPL di wilayah kerja OJK tersebut yang masih di bawah ketentuan yaitu hanya 3,5%.