Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILGUB DKI 2017 : Putaran II Masih Diwarnai Isu Primodial

Lingkaran Survei Indonesia mencatat isu primodial agama masih menjadi penentu kemenangan dalam Pilkada Jakarta Putaran II.
Data hasil penghitungan formulir C1/kpu.go.id
Data hasil penghitungan formulir C1/kpu.go.id
Kabar24.com, JAKARTA -- Lingkaran Survei Indonesia mencatat isu primodial agama masih menjadi penentu kemenangan dalam Pilkada Jakarta Putaran II. 
 
Dalam survei yang dilaksanakan 27 Februari - 3 Maret 2017 lalu, Lembaga Survei yang dimotori oleh Denny JA itu, mencatat pemilih Ahok-Djarot maupun pemilih Anies-Sandi tidak akan mengubah preferensinya dalam memilih.
 
Sementara itu, pemilih Agus-Sylvi sebagian besar akan mengalihkan dukungan kepada pasangan Anies-Sandi. Survei merekam, jika Pilkada putaran dua diselenggarakan selama survei maka 63,3% pemilih Agus-Sylvi akan mengalihkan dukungan ke Anies-Sandi.
 
Sedangkan 12,3% akan mendukung pasangan Ahok-Djarot. Sedangkan sisanya 24,4% menolak menyebutkan pilihannya pada putaran kedua. 
 
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Adjie Alfaraby mengatakan peralihan dukungan ke Anies-Sandi ini menurut responden dikarenakan adanya keyakinan dari pemilih Agus-Sylvi bahwa Ahok melakukan penistaan agama.
 
Selain isu Jakarta membutuhkan gubernur baru santer menjadi isu sentral dikalangan pemilih pasangan calon nomor 1 itu. Isu lain yang menggema dikalangan pemilih Agus adalah Jakarta tidak pantas dipimpin oleh tersangka.
 
"[Selain itu] Demografi pemilih Agus-Sylvi mirip dengan pemilih Anies-Sandi yaitu dari kelas menengah bawah secara ekonomi. Kelas ini 70% masyarakat Jakarta," kata Adjie di Jakarta, Selasa (7/3/2017). 
 
Selain itu, karakter Ahok menurut pemilih Agus-Sylvi dinilai negatif. Karakter itu diantaranya penista agama, sering berucap kasar, kurang empati pada rakyat kecil dan kurang menghormati hak berekspresi. 
 
Meski mengunggulkan pasangan Anies akan meraup elektoral dari Agus-Sylvi, Adjie mengatakan Ahok tetap memiliki kans menang. Pasalnya tingkat kepuasan kepada Ahok mencapai 73,5%. 
 
"Pengalaman survei 2005-2017, jika mayoritas kepuasan atas incumbent di atas 70%, biasanya akan terpilih kembali sebagai gubernur," katanya.
 
Dengan potensi elektoral kepuasan ini, Adjie menyebut pola rendahnya elektoral Ahok dalam survei prakampanye putaran 2 Pilkada Jakarta ini merupakan sebuah anomali. Untuk itu, kata dia, pasangan Ahok perlu meyakinkan warga NU untuk meraih kembali suaranya yang hilang. 
 
Selain itu kemampuan menjelaskan dalam persidangan bahwa ia tidak menista agama akan membuat suaranya kembali tumbuh. Potensi lain kemampuan menjelaskan kinerja pada masyarakat menengah bawah serta meyakinkan pemilih Agus bahwa dirinya merupakan calon gubernur yang pantas memimpin Jakarta akan membuat elektoralnya kembali pulih. 
 
 
Sementara itu, Adjie mengatakan, untuk memenangkan putaran kedua pasangan Anies-Sandi justru harus memperjelas identitas primodial. Ia mengatakan kejadian Agus pada putaran pertama tidak menemui para ulama yang memimpin demontrasi di November dan Desember lalu telah menggerus elektoralnya secara signifikan. 
 
 
Sementara itu, sejumlah kalangan meminta pasangan calon gubernur DKI Jakarta yang bertarung pada putaran dua menggunakan pendekatan program. Pasalnya berdasarkan exit poll dari Populi Center perdebatan mengenai identitas sosial dari survei ke survei di Jakarta terus naik. Penggunaan isu primodial ini dikhawatirkan akan merusak sendi berbangsa.
 
 
"Kalau dipelihara [menjadi bahan kampanye oleh calon yang dikemas oleh media sosial dan konvensional] maka [kerusakan sendi bangsa ini] tidak akan terhapus, memori akan terus teringat padahal mungkin bukan berdasarkan fakta yang jelas. [Doktrinnya] Karena ini merupakan kebenaran, maka saya harus memilih itu," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Populi Center Usep S. Ahyar. 
 
 
Ia mengharapkan semua pihak baik calon maupun simpatisannya lebih berfikir untuk kemaslahatan bangsa kedepan.Tidak hanya semata-mata meraih jabatan gubernur.
 
 
"Kedua calon menggunakan itu [model intimidasi primodial], satu menyeburnya tidak demokratis, yang lain soal agama," katanya. 
 
 
Padahal, katanya, Jakarta lebih membutuhkan debat yang substantif. Bagaimana masing-masing calon gubernur dapat menyelesaikan masalah kota seperti macet, banjir hingga rencana Jakarta ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper