Kabar24.com, JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu (5/3/2017 ) berikrar tidak akan membiarkan jalan di Kota Arab Israel dinamai dengan nama pemimpin Palestina Yasser Arafat, dan menjanjikan undang-undang baru mengenai hal itu jika diperlukan.
Kota Arab Israel Jatt baru-baru ini meresmikan Jalan Yasser Arafat untuk menghormati mantan presiden Palestina itu, yang dipandang sebagai pahlawan di kalangan warga Palestina dan banyak warga Israel Arab.
Warga Arab Israel adalah keturunan warga Palestina yang tetap tinggal setelah pembentukan Israel pada 1948, dan meliputi sekitar 17,5 persen dari penduduk Israel yang jumlahnya delapan juta.
Jatt, yang terletak di Israel utara, berpenduduk sekitar 11.000 jiwa.
Berbicara di awal rapat kabinet, Netanyahu mengatakan "tidak ada jalan di Israel yang akan dinamai seperti pembunuh warga Israel dan Yahudi."
"Kita tidak bisa membiarkan jalan di Israel dinamai Yasser Arafat dan Haji Amin al-Husseini dan lain-lain."
Husseini, seorang nasionalis Palestina, adalah mufti agung Yerusalem pada 1920-an hingga 1930-an.
"Kita akan membuat pengaturan, termasuk undang-undang baru jika diperlukan, sehingga itu tidak terjadi di sini," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Wali Kota Jatt Mohammed Taher Wattab membela penamaan jalan Arafat dalam komentarnya di radio militer Israel.
"Yasser Arafat menandatangani kesepakatan damai dengan Israel dan adalah memalukan bahwa perdana menteri merasa perlu membuang waktunya untuk nama sebuah jalan di sebuah kota kecil seperti kota kami," katanya.
"Kami akan bertindak sesuai hukum, sesuai dengan saran hukum yang kami terima."
Selanjutnya, masih pada hari Minggu, dewan Jatt memutuskan mengganti "semua nama jalan kontroversial", termasuk tanda jalan Arafat, dan menggantinya dengan nama berbeda menurut laporan saluran televisi Channel 10.
Arafat menjadi pemimpin gerakan Palestina setelah pembentukan Israel, memimpin perjuangan bersenjata untuk melawannya.
Puluhan tahun kemudian dia menentang kekerasan dan berjabat tangan dengan perdana menteri Israel Yitzhak Rabin di Gedung Putih, meski kesepakatan Oslo tidak terwujud.