Kabar24.com, JAKARTA - Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK dengan Nomor : DAK - /24/02/2017 yang diterima Bisnis Jumat (17/2/2017), sejumlah pejabat ditengarai ikut berperan dalam kasus suap di Direktorat Jenderal Pajak.
Dakwaan itu menyebut nama pejabat di Direktorat Jenderal Pajak dan Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Dua pejabat di lingkungan insitusi pajak itu ditengarai berperan dalam kasus suap pajak diduga oleh PT Eka Prima Ekspor Indonesia (EKP).
Sebelum disebut dalam persidangan Country Direktur PT Eka Prima Ekspor Indonesia (EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair, pejabat di Ditjen Pajak pernah diperiksa oleh penyidik KPK pada Januari lalu.
Pemeriksaan kala itu, terkait pertemuan dengan pihak yang digugat sebagai 'perwakilan' PT EKP. Penyidik lembaga antikorupsi menengarai, pertemuan itu terkait upaya 'penanganan' perkara perpajakan yang tengah membelit perusahaan tersebut.
Jika menilik surat dakwaan Jaksa KPK, pertemuan terjadi pada 23 September 2016 silam. Bertempat di Lantai Lima Gedung Dirjen Pajak, pejabat di Ditjen Pajak bertemu Arif Budi Sulistyo, kerabat dekat Presiden Joko Widodo yang ditengarai sebagai penghubung antara pengusaha asal India itu dengan orang-orang di Ditjen Pajak.
Rencana pertemuan itu diprakarsai oleh Arif sendiri. Selang sehari pertemuan pun berlangsung. Ada beberapa agenda yang dibawa oleh Arif saat itu misalnya soal permohonan tax amnesty hingga sengkarut perkara pajak yang membelit perusahaan asal India.
Adapun perkara perpajakan yang sedang membelit PT EKP kala itu yakni pengajuan restitusi pajak, Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (STP PPN).
Dugaan upaya untuk 'mengamankan' sengketa pajak itu pun nampak dalam percakapan melalui aplikasi WhatsApp antara dengan Arif Budi Sulistyo.
Tak lama setelah percakapan itu, atas arahan pejabat di Ditjen Pajak, memerintahkan staf di KPP Penanaman Modal Asing (PMA) Enam, supaya membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP.
Tak cukup pembatalan surat tersebut, sejumlah pertemuan dengan Rajamohanan dilakukan untuk mempercepat proses penyelesaian kasus perpajakan, karena PT EKP akan mengikuti tax amnesty.
Sebagai imbalan, atas percepatan tersebut, Rajamohanan menjanjikan 10% dari total nilai STP PPN senilai Rp52, 6 miliar atau jika dibulatkan senilai Rp6 miliar. Sebagian dari uang itu juga diperuntukkan untuk pejabat di DJP Jakarta Khusus.
Beberapa hari setelah pertemuan tersebut, terbit Surat Keputusan Nomor: KEP/07997/NKEP.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00270/107/14/059/16 tertanggal 6 September 2016 masa pajak Desember 2014.
Pada kesempatan yang sama, mereka juga menerbitkan SK No 08022/NKEP/WPJ.07/2016 tentang pembatalam STP No. 00389/107/14/059/16 masa pajak Desember 2015 atas nama wajib pajak PT EKP.
Berbagai rangkaian kasus suap itu dibenarkan oleh KPK melalui dakwaannya, mereka menduga uang suap tersebut akan mengalir ke kantong lainnya.
Walau demikian, pihak Ditjen Pajak enggan mengomentari kasus tersebut, mereka mempercayakan kasus itu ke aparat penegak hukum (KPK).