Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Kekerasan Perempuan Masih Dianggap Sebelah Mata

Komnas Perempuan menilai Pemerintah masih menganggap Kasus Kekerasan Sederhana
Aktivis berunjuk rasa di Hari Perempuan Internasional, Selasa (8/3/2016)/Antara-Iggoy el Fitra
Aktivis berunjuk rasa di Hari Perempuan Internasional, Selasa (8/3/2016)/Antara-Iggoy el Fitra

Bisnis.com JAKARTA – Kompleksnya masalah kekerasan terhadap perempuan menjadi tantangan bagi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dalam menghadapi 2017.

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Rambe Manalu menilai pemerintah terlalu memandang sederhana kasus kekerasan terhadap perempuan.

Menurutnya, diperlukan kebijakan yang lebih mengena untuk memecahkan fenomena gunung es yang tercermin pada jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan supaya kasus yang tidak terlihat bisa terangkat ke publik, salah satunya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah masuk ke meja Prolegnas. 

“Dari mana kita tahu kekerasan terhadap perempuan disimplifikasi sebatas KDRT saja. Dari program pemerintah. Betapa kompleksnya persoalan ini, dari ranah negara seperti perdagangan manusia, di ranah komunitas dan lainnya. Hal itu juga terlihat dari struktur organisasi di level pemerintah yang hanya fokus menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya, Rabu (8/2/2017).

Sebelumnya, berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat sekitar 321.752 kasus kekerasan pada perempuan pada 2015, atau naik sekitar 9% dari tahun sebelumnya. Bentuk kekerasan tertinggi adalah kekerasan fisik sekitar 38% terjadi di rumah tangga atau relasi personal.

Kekerasan seksual menempati posisi kedua di ranah komunitas kekerasan seksual menempati urutan pertama sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya.

“Itu yang kami dokumentasikan melalui catatat nasional termasuk yang masuk ke pengadilan agama termasuk perkara cerai. Setelah kmai cek, kasus gugat cerai punya relasinya dengan kekerasan. Namun, [kekerasan] tidak di bahas di sana karena kekerasan masuknya ke tindak pidana,” ujarnya.

Dia mengatakan dalam 13 sebab perceraian yang bisa diterima oleh Kementerian Agama, sbegian besarnya merujuk pada kekerasan.

Untuk itu, Komnas Perempuan tengah mengkaji bersama Kementerian Agama untuk menambah beberapa materi dalam modul yang diberikan bagi pasangan yang mau menikah atau dalam kursus pengantin.

Selain itu, pelajaran mengenai hak asasi manusia berbasis gender dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan tinggi agama Islam. Dengan begitu, Komnas Perempuan bisa melakukan pemantauan terhadap implementasi program pemerintah.

“Misalnya kursus calon pengantin, nanti modulnya bisa kami intervensi. Harusnya ada tambahan materi supaya orang menikah harus dengan kesadaran baru tentang relasi suami istri. Itu akan strategis karena dipakai di seluruh Indonesia,” terangnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper