Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nelayan RI Rentan Jadi Korban Perdagangan Manusia

Kasus perdagangan manusia yang menimpa nelayan Indonesia bermula dari tumpulnya verifikasi. Kondisi itu terjadi karena tidak semua negara tujuan meneken perjanjian dengan Indonesia.

Kabar24.com, JAKARTA -- Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan kasus perdagangan manusia yang menimpa nelayan bermula dari tumpulnya verifikasi. Kondisi itu terjadi karena tidak semua negara tujuan meneken perjanjian dengan Indonesia.

 
Dalam catatan BNP2TKI, ABK Indonesia yang bekerja di laut lepas sekitar 200.000 orang. Mereka legal, tetapi sayangnya BNP2TKI tidak dapat memverifikasi persyaratan, kontrak kerja, dan hak yang bersangkutan. 
 
"Legal karena mereka punya paspor, kontrak kerja. Tapi, enggak ada yang memverifikasi kontrak kerjanya. Banyak kasus ABK dapat US$200-US$300 (per bulan), tapi (karena) potong sana, potong sini, akhirnya paling terima US$50 (per bulan)," ungkapnya (Selasa (24/1/2017).
 
Sementara itu, verifikasi hanya dapat dilakukan sepanjang pemerintah negara tujuan telah menjalin perjanjian dengan pemerintah Indonesia. 
 
KKP, lanjutnya, boleh membuat peraturan mengenai perlindungan awak kapal, tetapi jika kementerian lain tak mengiringi, maka upaya itu bisa sia-sia.
 
Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerbitkan Peraturan Menteri No 42/2016 untuk memastikan awak kapal perikanan memiliki kompetensi yang layak untuk bekerja sehingga tidak ada lagi pemalsuan kontrak, dokumen, dan jeratan utang, yang menjadi penyebab tindak pidana perdagangan orang. 
 
Menteri Susi juga mengeluarkan Peraturan Menteri No 2/2017 yang menjadi acuan penerapan sertifikasi HAM pada perusahaan perikanan.
 
Di sisi lain, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Perhubungan tak membuat aturan penempatan anak buah kapal di luar negeri. 
 
"Kemenaker enggak ada aturannya. Verifikasi enggak ada. Yang kami verifikasi adalah penempatan yang G to G, yakni yang Korea dan Taiwan," ujarnya. 
 
Hermono mengungkapkan, semestinya ada peraturan yang mengikat setiap kementerian sehingga upaya perlindungan ABK Indonesia di luar negeri sinergis. Regulasi itu, tuturnya, bisa dalam bentuk peraturan presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper