Kabar24.com, JAKARTA—Desakan untuk pencopotan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Anton Charliyan bergulir dari kalangan DPR terkait perannya membina organisasi massa Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengatakan bahwa sudah selayaknya Kapolri mencopot Kapolda Jawa Barat karena beberapa alasan.
"Pertama, Kapolda Jabar mengundang beberapa ormas untuk meminta masa mengimbangi massa FPI pada hari Kamis dan hanya GMBI sebagai binaan Kapolda yang hadir," ujar politisi Gerindra tersebut melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa (17/01/2017).
Kedua, Kapolda memfasilitasi apel pagi GMBI di halaman Mapolda Jabar satu hari sebelum peristiwa.
"Ketiga, pada hari kejadian yakni hari Kamis, polisi membiarkan adanya anggota dan simpatisan GMBI membawa balok dan senjata tajam meski UU Darurat melarang hal tersebut dan itu tidak sesuai Protap Polri," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, pada hari kejadian polisi melakukan pembiaran intimidasi, ucapan penghinaan, penganiayaan dan pengerusakan mobil oleh oknum GMBI.
"Kapolda Jabar membiarkan aksi GMBI berlangsung hingga malam hari melebihi batas waktu jam 18.00 yang diatur oleh UU, dan polisi di Jabar baru membubarkan GMBI setelah didesak oleh FPI," ujarnya.
Bahkan, Sodik menduga Kapolda Jabar menyengajakan menengok anggota GMBI yang jadi korban di Tasikmalaya yang butuh waktu sekitar 3 jam, sedangkan korban kebrutalan oknum GMBI di pihak ulama dan santri tidak ditengok.
“Jarak Mapolda dan rumah sakit Al Islam hanya 10 menit karena berada di jalan yang sama yakni jalan Soekarno-Hatta," ujarnya menyesalkan.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan masuknya Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan dalam struktur GMBI membuat kredibilitas Polri dipertanyakan.
Sesuai pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002, ujarnya, tidak ada aturan polisi aktif dibolehkan menduduki jabatan di luar kepolisian.
"Justru itu. Alasannya, kalau terjadi penegakan hukum terhadap organisasi, yang bersangkutan di situ sudah timbul potensi konflik kepentingan," kata Arsul.
Dia mengharapkan semua penegak hukum mulai KPK, Jaksa, dan Polisi bisa memaknai undang-undang yang berlaku.
"Yang masih aktif tidak boleh duduk dalam satu organisasi. Kecuali di organisasi yang menyangkut lembaganya sendiri," ujarnya.