Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kekerasan di Sekolah Tak Melulu Urusan Guru

Kekerasan masih mengintai dari balik jendela sekolah-sekolah di Indonesia.
Ilustrasi anak mendapat perlakuan kasar./Antara
Ilustrasi anak mendapat perlakuan kasar./Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Kekerasan masih mengintai dari balik jendela sekolah-sekolah di Indonesia.

Sepanjang 2016, sejumlah kasus kekerasan yang terjadi seakan menjadi alarm bagi pihak terkait agar bersama-sama membenahi hal tersebut. Sebab, sekolah sebagai rumah kedua bagi peserta didik harus aman dan nyaman.

Pagi itu, seorang pemuda entah apa yang ada di pikirannya memasuki ruang kelas V Sekolah Dasar negeri 1 Sabu Barat, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.
Sambil membawa sebilah pisau, tiba-tiba pemuda itu langsung menyerang para siswa dengan membabi buta. Akibatnya tujuh siswa mengalami luka-luka karena tikaman pemuda itu.

Para korban segera mendapat perawatan di Puskesmas setempat. Beruntung kejadian pada 13 Desember itu tak memakan korban jiwa. Pihak kepolisian menduga pemuda tersebut mengalami gangguan kejiwaan sehingga nekat menyerang para siswa.

Kasus ini seakan melengkapi deretan kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun ini. Masih segar dalam ingatan, di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, seorang guru yang kesal karena siswanya bermain saat jam pelajaran melempar pulpen ke arah murid tersebut.

Di luar dugaan benda itu menancap ke mata kanan siswanya. Kejadian ini akhirnya berlanjut ke pihak kepolisian.
Peristiwa lain yang cukup menghebohkan adalah ketika orang tua murid diduga menganiaya seorang guru di Makassar.

Pemicunya, orangtua tersebut tidak terima anaknya ditegur guru lantaran bermain di tengah kegiatan belajar-mengajar. Foto guru tersebut yang berlumuran darah kemudian menjadi viral di sosial media dan menjadi perbincangan publik.

Sementara itu, di Semarang, Jawa Tengah, anak-anak SD hampir terlibat tawuran. Sebabnya, mereka sudah merencanakan aksi tersebut, tetapi sukses dihentikan warga. Kendati berhasil digagalkan warga, namun anak-anak ini sudah siap dengan senjata tajamnya.

Kabar yang memprihatinkan tentunya karena bocah-bocah SD yang sejatinya masih jernih ternyata telah berkembang benih-benih kebencian dalam diri mereka. Kekerasan-kekerasan yang masih terjadi di sekolah menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Kolaborasi

Pengamat Pendidikan Doni Koesoema berpendapat, berbagai kasus kekerasan di sekolah mencerminkan belum kuatnya kolaborasi antara rumah dengan sekolah, sehingga beberapa kali sekolah kecolongan dengan kasus-kasus kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan tersebut.

Kasus tawuran siswa SD di Semarang dan perkara pemukulan guru oleh orang tua murid merupakan contoh dari lemahnya komunikasi antar dua pihak tersebut.

"Untuk anak-anak yang tawuran itu menjadi tantangan bagi guru dan pendidik untuk mendampingi mereka agar mereka tidak mengulangi perbuatannya tersebut," tuturnya kepada Bisnis, Sabtu (17/12/2016).

Dia pun menyayangkan kekerasan yang menimpa para siswa SDN di NTT. Sebab orang stress begitu gampangnya masuk ke sekolah tanpa ada penghadangan dari pihak keamanan atau masyarakat sekitar.

Bagaimana pun sekolah itu harus menjadi tempat aman bagi para siswa-siswa menjalankan aktivitasnya.

"Ini kan model di Amerika, bedanya di sana aksi penembakan. Tetapi [meski tak ada penembakan] tetap fatal karena ada korban luka-luka," ujar penulis buku Strategi PendidikanKarakter: Revolusi Mental Dalam Lembaga Pendidikan tersebut.

Oleh karena itu, guna mengatas kekerasan di lingkungan sekolah perlu ditingkatkan kolaborasi antara rumah dan sekolah. Kolaborasi itu dapat diwujudkan dalam bentuk pertemuan rutin. Misalnya membahas model komunikasi antara guru dengan orang tua murid.

Selain itu, membangun sistem keamanan di sekolah untuk mencegah orang-orang tidak dikenal masuk ke lingkungan sekolah. Dengan cara tersebut kedua belah pihak dapat sama-sama mengantisipasi kekerasan sekaligus menghindari salah pengertian.

Selain rumah dan sekolah, Doni menilai kepolisian juga mesti turut serta mencegah kekerasan. Caranya dengan memetakan sekolah-sekolah rawan tawuran. Jika sudah dipetakan, mereka harus cepat begitu ada indikasi atau informasi dari pihak sekolah atau orang tua akan adanya aksi tawuran-tawuran. Jangan sampai ketika tawuran sudah terjadi baru polisi datang.

"Intinya persoalan ini diselesaikan dengan cara membangun komunikasi antara pihak sekolah, rumah, termasuk kepolisian," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dika Irawan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper