Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU ITE Ancam Kebebasan Ekspresi

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers berpendapat revisi evisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau yang lebih dikenal sebagai UU ITE, berpotensi mengancam kebebasan ekspresi.
Ilustrasi/timeshighereducation
Ilustrasi/timeshighereducation

Kabar24.com, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers berpendapat revisi evisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau yang lebih dikenal sebagai UU ITE, berpotensi mengancam kebebasan ekspresi.

"Perubahan yang dilakukan terkait UU ITE ini hanyalah melegitimasi kepentingan pemerintah, agar sikap kritis masyarakat Indonesia dikekang dengan menambahkan kewenangan-kewenangan baru Pemerintah.  Semua revisi lebih banyak memberikan kewenangan-kewenangan baru kepada pemerintah," kata Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin melalui siaran pers, Senin (28/11/2016).

Menurut dia, pemerintah semestinya mencabut ketentuan Pasal 27 ayat (3), bukan hanya mengurangi ancaman hukumannya dari enam tahun menjadi empat tahun.

Dikatakan, mengurangi ancaman hukuman tidak menjawab akar masalah karena dalam praktik, aparat penegak hukum kerap menggunakan tuduhan ganda, pasal berlapis, sehingga ancaman pidana yang ada dapat menahan sesorang yang dilaporkan atas pasal 27 ayat (3).

Terkait dengan right to be forgotten yang ditambahkan pada pasal 26, mengenai pemberitaan di masa lalu, ia menilai ketentuan ini dapat menjadi sensor berita.

"Ketentuan ini bisa  berakibat negatif karena dapat menjadi alat baru untuk  melakukan sensor atas berita, berita publikasi media dan jurnalis di masa lalu," kata dia.

Praktik right to be forgotten di Eropa, lanjut dia, masih menjadi perdebatan serius meski implementasinya hanya terhadap mesin pencari (search engine) dan tidak termasuk situs ataupun aplikasi tertentu.

Perundungan dunia maya (cyberbullying) yang disisipkan pada pasal 29 menurut dia berpotensi menimbulkan overkriminalisasi karena masih banyak ahli pidana dari negara lain yang sulit merumuskan definisi perundungan.

Revisi UU ITE dinilainya melompat jauh karena negara belum memiliki definisi hukum yang baku mengenai perundungan di dunia nyata namun terkesan memaksakan pengertian perundungan di dunia maya.

Ditambahkan, ketiadaan definisi perundungan dapat menyebabkan rumusan yang akan digunakan bersifat lentur dan multitafsir. Tindakan tersebut berpotensi disalahgunakan sehingga terbuka celah untuk membatasi kebebasan berekspresi di dunia maya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper