Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PROYEK LISTRIK MANGKRAK: KPK Belum Terima Laporan Istana

KPK belum menerima laporan dari pemerintah terkait dugaan mangkraknya 34 proyek listrik.
Ilustrasi perawatan jaringan listrik PLN/Antara-Rony Muharrman
Ilustrasi perawatan jaringan listrik PLN/Antara-Rony Muharrman

Kabar24.com, JAKARTA - KPK belum menerima laporan dari pemerintah terkait dugaan mangkraknya 34 proyek listrik.

Dia mengatakan, jika diserahkan langkah awal yang bakal dilakukan KPK adalah menyerahkan laporan itu ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Penyerahan laporan itu dilakukan untuk mengetahui status perkara yang diduga merugikan negara triliunan rupiah tersebut.

“Kami belum menerima itu. Tetapi kalau memang sudah diserahin langkah awal kami adalah menyerahkan ke BPKP untuk melakukan audit secara menyeluruh supaya statusnya jelas,” ungkap Agus di Mahkamah Agung (MA), Selasa (8/11/2016).

Pernyataan Agus tersebut diungkapkan menanggapi pernyataan dari Presiden Joko Widodo. Dalam kesempatan beberapa waktu lalu, Presiden mengatakan akan melaporkan dugaan mangkraknya 34 proyek listrik itu ke KPK. 

Tak sekadar melaporkan, Jokowi juga mengaku telah meminta BPKP untuk menelisik kerugian negara akibat proyek listrik mangkrak tersebut. Hal itu perlu dilakukan karena menyangkut uang yang tidak sedikit, dia pun meminta supaya proyek tersebut dilanjutkan realisasinya.

Senada dengan Agus Rahardjo, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengaku siap, jika pemerintah memintanya mengaudit dugaan proyek mangkrak itu. Hanya saja, kata dia, sampai saat ini mereka belum menerima laporan ataupun permintaan dari pemerintah.

‘Presiden bisa meminta ke BPKP atau ke kami. Sampai sekarang memang belum ada, tapi kalau ada permintaan pasti akan kami tindaklanjuti,” kata Harry ditemui dalam kesempatan yang sama.

Kendati demikian, dia mengaku sudah melakukan sejumlah audit terhadap sejumlah proyek listrik.

Hasil audit tersebut menunjukkan ada sekitar 166 kontrak yang perlu ditinjau ulang. Adapun sebagian besar kontrak tersebut sudah dilakukan pada tahun 2014.

Dia mengatakan, nantinya pihak berwenang bisa melakukan pelacakan apakah proyek tersebut milik dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau proyek di bawah kementerian. Selain itu, terkait soal ada kemungkinan pidana dalam kontrak itu, hal itu sepenuhnya wewenang penegak hukum.

“Untuk dengan penegak hukum, kami secara formal sudah ada komunikasi, namun sampai saat ini belum ada sampai surat menyurat,” jelasnya.

Meski mengaku telah mengendus ketidakberesan kontrak, namun Harry belum menyebut detail potensi kerugian negara dari kontrak-kontrak yang perlu ditinjau ulang tersebut.  

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper