Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Swiss German University Asia (YSGUA), penyelenggara pendidikan di SGU, harus bertanggung jawab atas hak-hak dan kelangsungan masa depan pendidikan mahasiswa jika pengadilan membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah dan gedung milik PT BSD yang kini dijadikan sebagai kampus SGU.
''Jangan mencari kambing hitam, apalagi sampai membenturkan mahasiswa dengan pihak luar demi kepentingan sekelompok orang. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan merupakan tanggungjawab YSGUA sebagai penyelenggara pendidikan di SGU, bukan tanggungjawab mahasiswa atau pihak lain,” ujar Sekjen Komnas Pendidikan, Anderas Tambah, kepada wartawan di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Andreas mengatakan, YSGUA harus segera mencari lahan dan gedung kampus baru. Hal ini terkait dengan syarat pendidikan perguruan tinggi, yakni harus memiliki lahan dan gedung sendiri atau menyewa minimal 20 tahun. Pelanggaran syarat sarana dan prasarana pendirian perguruan tinggi bisa dikenai sanksi pencabutan izin penyelenggaraan pendidikan. Di sisi lain, pemerintah juga harus bertindak tegas jika perguruan tinggi tersebut terbukti melanggar peraturan yang berlaku.
''Mahasiswa jangan sampai menjadi korban. Bila pemerintah mengambil tindakan tegas menutup SGU, maka pemerintah harus memaksa pihak SGU untuk bertanggung jawab atas hak-hak mahasiswa. Paling tidak mengganti rugi atau memfasilitasi pindah ke perguruan tinggi lain yang sesuai,'' ujarnya.
Seperti diketahui, pihak PT BSD menggugat pembatalan PPJB terhadap PT SGU atas tanah dan gedung yang dibangun PT BSD yang kini dijadikan sebagai kampus SGU. Pihak PT BSD menuding PT SGU melanggar kesepakatan dan tidak pernah membayar cicilan tanah dan gedung yang ditempati sejak tahun 2010 hingga sekarang. Mediasi telah dilakukan berkali-kali namun gagal. Akhirnya, PT BSD melayangkan gugatan ke Pengadilan Tangerang.
Berkaca dari kasus ini, Andreas juga melihat adanya keteledoran pemerintah dalam memberikan izin operasional perguruan tinggi. Seharusnya bukti kepemilikan dan atau surat kontrak sarana gedung harus benar-benar sudah sah secara hukum. Barulah diterbitkan izin operasionalnya.
''Pemerintah sebaiknya mewajibkan perguruan tinggi untuk mempublikasikan status kepemilikan sarana prasarana, apakah milik sendiri ataukah kontrak ke pihak lain,'' jelasnya.
Dalam PermenRistekDikti no.50 Tahun 2015 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan dan PencabutanIzin PTS antara lain menyatakan, ketiadaan sarana dan prasarana dapat membawa konsekwensi pencabutan izin operasional PTS tersebut.
Sebelumnya, dalam sidang gugatan pembatalan PPJB yang diajukan PT BSD terhadap PT SGU, Rabu (26/10/2016), saksi ahli mantan Hakim Agung Yahya Harahap menyatakan, pihak penggugat berhak membatalkan perjanjian karena adanya wanprestasi. Itu artinya, penggugat (PT BSD) bisa mengambil kembali lahan yang digunakan sebagai kampus SGU.
''Jika ada pengikatan perjanjian jual beli (PPJB) antara pemilik dan pembeli, si pembeli harus melunasinya dulu sebelum diterbitkan akta jual beli (AJB) sebagai syarat pembuatan sertifikat. Kalau belum lunas, sampai kapan pun lahan itu tetap menjadi hak pemilik,'' kata Yahya dalam sidang yang digelar di Ruang 4 Pengadilan Negeri Kota Tangerang, Banten.
Sementara itu, Director of Communication di SGU, Christie Kanter sebelumnya mengatakan, manajemen SGU akan memindahkan kampusnya jika persoalan dengan pemilik lahan (PT BSD) tak memiliki jalan ke luar.
"’Kita tentu akan berusaha mencari tanah di Tangerang yang tentu tak ada kaitan dengan BSD. Tangerang kan luas, ada Summarecon dan Alam Sutra,’’ ujarnya, Minggu (29/5/2016).