Bisnis.com, MATARAM -- Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan kawasan lahan kritis di NTB mencapai 52% dari total 1,071 juta hektar kawasan hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat Husnandiniaty Nurdin mengatakan kondisi tersebut diperparah dengan adanya pembalakan liar dan ilegal logging yang
dilakukan sejumlah oknum.
"Lahan kritis seluas 555.427 hektar pada tingkat kritis dan 401.069 hektar pada kondisi agak kritis," ujar Husnandiniaty dalam konferensi pers di Mataram, Selasa (4/10/2016).
Untuk mengatasi hal tersebut, Husnandiniaty menyebut target peningkatan luas penutupan lahan sebesar 2,5% atau seluas 50.000 hektare dalam kurun waktu lima tahun. Hal ini ditindaklanjuti dengan skema Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Sepanjang 2011 hingga 2015, Husnandiniaty mengatakan terdapat 146 kasus dengan 55 kasus di antaranya telah di vonis hukuman oleh pengadilan. Kasus ini di dominasi pengangkutan hasil hutan tanpa dokumen, legalitas kayu dan kasus penebangan hasil hutan kayu secara tidak sah.
Sementara pada 2016 terdapat 27 kasus dengan rincian 7 kasus sudah P21, enam sudah di putuskan dan 14 kasus dalam tahap penyelidikan.
"Akibat aksi ilegal logging dan perambahan itu kita dihadapkan pada masalah, seperti terjadinya banjir dan tanah longsor. Kemudian pada rusaknya flora dan fauna di kawasan hutan," ujar Husnandiniaty.
Untuk itu, dalam upaya menekan kerusakan hutan tersebut, pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya. Antara lain, melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehinga daya dukung, produktifitas dan peranan hutan.
"Untuk mencegah kasus ilegal logging, Gubernur NTB bersama pimpinan lain seperti kapolda, Danrem 162 Wira Bhakti, Kejati NTB sudah melakukan kesepakatan tentang peningkatan dan percepatan pembatasan preman di NTB," ujarnya.