Bisnis.com, JAKARTA - PT Tehate Putra Tunggal meminta adanya keringanan atas utang dalam bentuk potongan dan penghapusan bunga dalam proses restrukturisasi utang.
Direktur PT Tehate Putra Tunggal Heru J. Juwono mengaku siap membayar seluruh tagihan para kreditur dan menyelesaikan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) secara damai.
"Kami akan meminta kreditur bersedia memberikan potongan atas utang pokok dan penghapusan bunga serta denda mengikuti kemampuan perusahaan," kata Heru dalam rapat kreditur, Selasa (27/9/2016).
Dia menambahkan keringanan tersebut diminta agar perusahaan masih tetap menjalankan operasional bisnisnya. Opsi tersebut akan dimasukkan dalam proposal perdamaian yang segera difinalisasi.
Pihaknya menerangkan skema pembayaran dalam proposal akan dibuat bervariasi dan terpisah. Perbedaan skema pembayaran setiap kreditur akan bergantung pada hubungan bisnis baik yang terjalin dengan debitur.
Sementara itu, kuasa hukum Junipa Pte Ltd Swandy Halim menilai proposal perdamaian tersebut tidak berdasar. Debitur belum menjelaskan mengenai kemampuan perusahaan untuk menjalankan skema pembayarannya. "Penawaran debitur ini bukan seperti proposal perdamaian pada umumnya," kata Swandy.
Debitur, lanjutnya, tidak memberikan gambaran mengenai sumber pembiayaan maupun rencana bisnis selama menjalani perdamaian. Prospek usaha debitur ke depan juga tidak disertakan dalam tawaran proposal.
Menurutnya, pencantuman sumber pembiayaan merupakan unsur esensial yang akan digunakan para kreditur untuk menaksir kelayakan sebuah proposal perdamaian. Selain itu, pihaknya juga belum menerima draf proposal yang telah diungkapkan debitur.
Swandy juga menyayangkan keputusan debitur yang menyusun proposalnya menurut kedekatan bisnis dengan kreditur. Hal tersebut merupakan bentuk diskriminatif yang ditunjukkan debitur dalam proses hukum.
Padahal, imbuhnya, proses restrukturisasi utang mengharuskan seluruh pihak untuk mengutamakan asas keadilan. Pendapat yang sama juga diungkapkan dari PT Bank Ekonomi Raharja dan PT Bank DBS Indonesia.
Dalam proposal perdamaian, penyelesaian seluruh tagihan dijadwalkan hingga tiga tahun sejak tanggal homologasi. Junipa diselesaikan dalam waktu setahun, Bank Ekonomi Raharja 2 tahun, sedangkan Bank DBS Indonesia mencapai 3 tahun.
Tim pengurus melaporkan jumlah utang debitur mencapai Rp1,2 triliun. Utang tersebut berasal dari delapan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan atau separatis dan tujuh kreditur konkuren.
Pemerincian utang, yakni PT Bank Permata Tbk Rp275,73 miliar, PT Bank CIMB Niaga Tbk Rp271,6 miliar, Bank Ekonomi Rp130,52 miliar, dan Bank DBS Indonesia Rp107,61 miliar.
Debitur dinyatakan berada dalam PKPU sementara selama 45 hari sejak Agustus 2016. Mereka terbukti mempunyai utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih terhadap Junipa yang berasal dari pengalihan Bank UOB Indonesia.