Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Yudisial menemukan pelanggaran etik yang dilakukan tiga hakim di Pengadilan Negeri Palembang yakni Parlas Nababan, Eliwarti, dan Kartijono.
Penentuan pelanggaran etik itu dilakukan setelah mereka menemukan kejanggalan terkait dengan penolakan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT Bumi Mekar Hijau.
Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan, ketiganya dinilai melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dalam KEPPH, hakim harus berperilaku adil, berintegritas tinggi, berdisiplin tinggi, dan bersikap profesional. Namun, yang dilakukan oleh ketiganya jauh dari KEPPH tersebut.
“Keputusan itu diambil karena kami melihat ada pelanggaran itu. Kami juga telah menentukan sanksi yang musti diberikan kepada tiga orang tersebut,” kata Farid saat dihubungi Bisnis pada Kamis (22/9/2016).
Adapun usulan sanksi yang dijatuhkan kepada tiga hakim tersebut di antaranya, hakim Parlas Nababan diusulkan untuk diberikan sanksi menjadi hakim non-palu selama satu tahun. Sedangkan untuk kedua hakim lainnya yakni Eliwarti dan Kartijono masing-masing diberikan sanksi selama tiga bulan menjadi hakim non-palu.
Dia menuturkan sesuai dengan aturan yang berlaku, usulan sanksi tersebut akan direkomendasikan kepada Mahkamah Agung (MA).
Hanya saja dalam prosesnya, sampai sekarang MA belum memberikan konfirmasi terkait rekomendasi dari KY tersebut. Padahal jika merujuk pada Pasal 22E Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang KY, usulan rekomendasi itu harus ditintidaklajuti maksimal 60 hari.
Dalam gugatan tersebut, KLHK menggugat PT Bumi Mekar Hijau mengganti kerugian yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan di areal konsesi PT Bumi Mekar Hijau. KLHK menuntut ganti rugi material Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp5,6 triliun atas kebakaran seluas 20.000 hektar di areal perusahaan itu pada 2014.
Perusahaan pemasok bahan baku pulp bagi grup perusahaan Sinarmas APP itu dinilai lalai sehingga tak dapat mengendalikan kebakaran meluas.
Namun demikian,gugatan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim PN Palembang. Dalam beberapa pertimbangan,majelis hakim menilai kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia.
Majelis hakim bahkan menilai tanaman akasia turut terbakar sehingga perusahaan itu justru disebut mengalami kerugian. Putusan itu pun dianggap janggal oleh sejumlah pegiat antimafia hutan.