Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komisi IX DPR Minta Jaringan Vaksin Palsu Mendapat Hukuman Maksimal

Komisi IX DPR RI meminta kepada Kejaksaan Agung untuk menghukum seberat-beratnya tersangka jaringan vaksin palsu, baik produsen maupun petigas medis yang menyebarkan produk tersebut.
Ilustrasi-Vaksin/Reuters
Ilustrasi-Vaksin/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi IX DPR RI meminta kepada Kejaksaan Agung untuk menghukum seberat-beratnya tersangka jaringan vaksin palsu, baik produsen maupun petigas medis yang menyebarkan produk tersebut.

"Kami minta agar oknum jaringan vaksin palsu dituntut seberat-beratnya. Kami mendaat info Bareskrim Mabes Polri baru memasukkan nama-nama itu ke Kejaksaan Agung," kata Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf dalam keterangan tetulis yang diterima, Kamis (22/9/2016).

Hingga saat ini, pihak penegak hukum telah menetapkan 25 orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut, baik yang terlibat dari sisi produksi, distribusi, pengepul botol vaksin, ppencetak label, maupun petugas medis.
Kasus tersebut terbagi dalam empat berkas.

Berdasarkan keterangan dari pihak kepolisian, Kejaksaan Agung meminta agar kasus tersebut dijadikan menjadi 25 berkas. Dengan kata lain, masing-masing tersangka memiliki berkas yang berbeda-beda.

"Berdasarkan petunjuk P-19 jaksa, berkas perkara diminta agar di-split menjadi 25 sesuai jumlah tersangka. Jadi dipisah masing-masing tersangka satu berkas," kata Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya.

Sekedar informasi, jika berkas perkara dijadikan satu yang melibatkan semua jaringan vaksin palsu maka akan terlihat jelas kejahatan para pelaku dalam satu kesatuan sehingga hukuman maksimal bisa diterapkan.

Namun, jika berkas dipisah masing-masing tersangka, maka penerapan hukuman tidak akan maksimal karena kejahatan dalam jaringan vaksin palsu tidak terlihat.

Langkah Kejagung yang tidak kunjung menyatakan berkas kasus vaksin palsu lengkap (P21) dikhawatirkan bisa meloloskan tersangka dari hukuman berat.

Sebab, berdasarkan Pasal  24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, batas waktu penahanan yang diberikan oleh penyidik paling lama 20 hari dan bisa diperpanjang hingga 40 hari guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai.

Namun, hingga 60 hari berkas tak kunjung P21, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan tahanan demi hukum. Batas waktu penahanan 60 hari akan berakhir pada akhir September 2016.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper