Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bareskrim Sita 42,48 Juta Butir Obat Palsu

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menggerebek tempat penampungan dan produksi obat-obat palsu dan ilegal di daerah Banten.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Mohammad Fadil Imran (kedua kiri) bersama jajarannya menunjukkan barang bukti obat palsu dan kosmetik palsu saat pengungkapan peredaran obat dan kosmetik palsu di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/9/2016)./Antara-Reno Esnir
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Mohammad Fadil Imran (kedua kiri) bersama jajarannya menunjukkan barang bukti obat palsu dan kosmetik palsu saat pengungkapan peredaran obat dan kosmetik palsu di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/9/2016)./Antara-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menggerebek tempat penampungan dan produksi obat-obat palsu dan ilegal di daerah Banten.

Penggerebekan itu merupakan hasil operasi bersama yang dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan  (BPOM).

Wakabareskrim Irjen Pol. Antam Novambar mengatakan, upaya mengungkap peredaran obat palsu dan ilegal itu sudah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu.

Tim mulai melakukan lidik dengan mengumpulkan alat bukti dan informasi sekecil mungkin.

“Dari situ tim kemudian mengembangkan, kemudian melakukan penggerebekan di tempat tersebut,” ujar Antam di Jakarta, Selasa (6/9).

Dia menambahkan, setelah dilakukan penggerebekan, pihaknya kemudian menyita barang bukti obat palsu ilegal di gudang tersebut.

Jumlah obat yang diamankan mencapai 42,48 juta butir obat. Selain obat, tim dari Bareskrim juga mengamankan bahan baku dan mesin pembuat obat-obatan itu.

Perwira tinggi Polri itu menganggap, obat-obatan yang diamankan sangat berbahaya. Pasalnya dari informasi yang dia peroleh, efek obat itu bisa membuat pemakainya mabuk.

Bahkan, sesuai laporan di daerah Kalimantan, sebagai daerah yang menjadi pasar obat palsu dan ilegal tersebut,  pemakaian obat itu acapkali berakhir dengan tindakan kriminal.

“Petugas di sana melaporkan beberapa kejadian perkelahian dipicu oleh konsumsi obat-obatan tersebut,”katanya.

Menurutnya, sebaran peredaran obat tersebut cukup masif. Bahkan, kata dia, hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Hanya saja, wilayah yang menjadi pasar utama obat-obatan palsu dan ilegal itu berada di daerah Kalimantan, khususnya wilayah Kalimantan Selatan.

“Yang paling bahaya lagi, obat-0batan itu dengan mudah bisa diperoleh di warung atau diedarkan secara terbuka. Harganya pun relatif murah yakni mencapai Rp1.000 hingga Rp.2.000 sehingga mudah dijangkau oleh semua kalangan,’ katanya

Adapun jenis obat yang diamankan oleh Bareskrim tersebut ada lima jenis yakni Tramadol, Trihexipendyl, Carnophen, Somadryl, dan Heximer 2.

Sedangkan jumlah orang yang diamankan sebanyak 15 orang. Mereka diduga berkaitan dengan perkara itu.

Saat ini mereka sedang dalam pemeriksaan penyidik kepolisian. Namun demikian, hingga kini dari 15 orang tersebut belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Aktor Intelektual

Maraknya peredaran obat palsu dan ilegal itu juga membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) gerah.

Bersama dengan Bareskrim mereka akan menelisik lebih jauh soal identitas aktor intelektual dibalik peredaran obat tersebut.  

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, untuk mengungkap aktor intelektual tersebut, pihaknya akan terus bekerja sama dengan Bareskrim.

Tak hanya itu, Penny menyatakan akan terus mengungkap peredaran obat yang menurutnya bisa merusak generasi muda itu.

Selain peningkatan kerja sama, BPOM juga akan membuat aplikasi untuk mendeteksi obat palsu dan ilegal.

Jika terealisasi, aplikasi itu diharapkan bakal menjadi penopang untuk memberantas praktik tersebut.

Penny menambahkan, untuk para pelaku sendiri bukannya tanpa hukuman. Sesuai dengan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2006, hukuman yang dikenakan bagi para pengedar dan pembuat obat ilegal dan palsu mencapai 10 tahun penjara serta denda Rp1 miliar.

Selain pasal tersebut, Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2006 justru lebih berat lagi yakni hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper