Kabar24.com, JAKARTA - Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menyita ribuan karung pupuk oplosan beserta sejumlah barang bukti lainnya dari tiga pabrik berbeda.
Penyitaan pupuk ini, selain karena tidak memenuhi standar nasional juga telah merugikan masyarakat karena merusak kualitas tanah dan tanaman serta mengganggu produktivitas pertanian.
"Pupuk ini dikirim ke Aceh, Kalimantan dan Sumatra," sebut
, Senin (5/9/2016).Sejauh ini, pihak kepolisisan sudah mengamankan dua orang tersangka yakni AM, 32, yang berperan sebagai perantara pupuk oplosan dan A, 46, oknum yang memproduksi pupuk oplosan. Satu orang lainnya, P alias EF, 50, yang merupakan pemilik usaha CV Ks yang bergerak di bidang produksi dan perdagangan pupuk nonsubsidi masih dalam pencarian.
P alias EF secara rutin memesan dan membeli pupuk oplosan kepada A melalui perantara AM. Harga jual pupuk yang dipatok adalah Rp750 per kilogram, jauh lebih murah dibandingkan harga eceran tertinggi pupuk NPK di pasaran yang saat ini mencapai Rp2.300 per kilogram.
Dalam proses produksi, pelaku hanya mencampur kapur tanah pertanian jenis mineral dolomit berkualitas rendah, tanah merah, air, dan pewarna kain untuk mengubah warna fisik pupuk oplosan.
Selain merugikan pelanggan, tersangka juga disebut telah merugikan negara karena pupuk oplosan tersebut juga diduga menggunakan bahan dari pupuk bersubsidi yang diperuntukkan bagi sektor pertanian.
Atas perbuatannya, para tersangka dapat dijerat dengan sejumlah pasal antara lain UU RI No 3/2014 tentang Perindustrian Pasal 120 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp3 miliar, Pasal 113 UU RI No.7/2012 tentang perdagangan dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar, Pasal 60 ayat (1) huruf f UU RI No. 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp250 juta rupiah.
"Kami akan terapkan undang-undang berlapis seperti perdagangan, perindustrian, tanaman," sebut Fadil.