Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan anak korban eksploitasi seksual yang berhasil diungkap Bareskrim akan tetap sekolah seperti biasa.
"Ada tiga anak yang masih sekolah. Yang tadinya di sekolah formal akan disegerakan untuk masuk sekolah dan tetap didampingi pekerja sosial," kata Mensos di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Dia mengatakan, diprioritaskan agar orang tua ketiga anak korban eksploitasi tersebut memindahkan pendidikan anaknya agar mereka tetap bisa sekolah.
"Semacam surat pindah sementara supaya anak ini tetap bisa sekolah," ujar Khofifah.
Saat ini tujuh anak korban eksploitasi seksual sudah dibawa ke Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) untuk menjalani terapi psikososial.
Menurut Khofifah, kemungkinan dibutuhkan tiga hingga empat minggu mereka akan mendapatkan terapi di RPSA.
Terapi psikososial diberikan selain untuk memulihkan kondisi psikologis korban, terapi ini untuk mencegah agar korban tidak berubah menjadi pelaku di kemudian hari.
Mensos mengatakan, kasus ini menjadi peringatan bagi semua orang tua untuk lebih berhati-hati dalam menjaga, mengasuh, dan mendidik buah hatinya. Pelaku kekerasan seksual, kata dia, menggunakan berbagai cara dalam membujuk para korbannya. Terlebih saat ini teknologi dan arus informasi dapat diakses dengan cepat.
Menurut Mensos, realitas saat ini, anak-anak cenderung hedonis, imitatif, dan konsumtif. Celah inilah yang digunakan pelaku kejahatan seksual melancarkan aksinya.
Sebelumnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil menangkap pelaku perdagangan dan eksploitasi seksual anak laki-laki berinisial AR. AR yang ditangkap di hotel kawasan Bogor baru-baru ini diketahui menjual anak- anak tersebut melalui dunia maya.
"Anak-anak laki-laki tersebut dijual kepada kaum gay. Transaksi awalnya melalui dunia maya, setelah ada kecocokan baru disepakati untuk bertemu di tempat yang telah ditentukan," ungkap Kepala Bareskrim Polri, Irjen Ari Dono Sukamto.
Anak-anak korban eksploitasi seksual ini rata-rata berumur 14-15 tahun. Enam orang diantaranya masih berstatus pelajar sekolah. Oleh pelaku AR, mereka dijual Rp1,2 juta per anak.