Kabar24.com,BATAM—Usaha Gigih Rahmat Dewa untuk meluncurkan roket guna menyerang Singapura mungkin tidak akan pernah ketahuan kalau dia tidak mengganti gambar profil di akun Line-nya dengan sebuah gambar spanduk yang berisikan kata-kata bahwa Indonesia mendukung dan memiliki solidaritas untuk ISIS.
Gigih (31) salah satu pelaku dan perencana penyerangan atas Singapura yang akhirnya terungkap pada Jumat lalu (5/8/2016) ditahan di Batam setelah sebuah penyelidikan yang menunjukkan betapa besar rasa ketergantungan para militan Islamis di Indonesia terhadap media sosial.
“Pria di Batam sepertinya diradikalisasi melalui media sosial, secara lebih spesifik menngunakan Facebook,” kata Juru Bicara Kepolisian Boy Radli Amar seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/8/2016).
Dia menyebutkan kelompok yang berencana untuk menyerang Singapura melakukan komunikasi dengan Bahrum Nain di Suriah. “Sepertinya Naim mengirimkan dana dan memberi instruksi pada mereka,” katanya merujuk pada orang dalang di balik rencana penyerangan Singapura yang telah meninggalkan Indonesia pada 2015 lalu untuk bergabung dengan pasukan garis depan ISIS.
Sebelumnya, Singapura yang diapit oleh dua negara berwarga mayoritas Muslim belum pernah diserang oleh militan Islamis, setidaknya meskipun pernah ada, usaha sejenis tidak pernah berhasil. Namun, pemerintah Singapura telah berulang kali menyebutkan kejadian ini pasti akan terjadi dan ini hanya masalah waktu.
Menurut pihak kepolisiam, Gigih dan kelompoknya diinstruksikan oleh mentor mereka di Suriah untuk menembakkan roket ke wilayah Marina Bay di Singapura, sebuah pusat kota mewah yang terletak di tepi laut dan merupakan tempat diadakannya Formula One Grand Prix serta menjadi rumah bagi sejumlah kasino dan area perkantoran.
Sementara itu, para warga Batam yang berjarak 15 kilometer dari wilayah Selatan Singapura mengatakan bahwa mereka cemas setelah mengetahui keenam orang tersebut, lima diantaranya adalah buruh pabrik lokal, merupakan anggota kelompok ekstrimis.
Monalisa (23) teman seangkatan Gigih di Politeknik Negeri Batam menyebutkan bahwa hingga 2014, dia mengenal gigih sebagai seorang murid departemen IT yang normal, positif, ceria, rendah hari dan berteman dengan siapa saja.
Namun, pada Maret lalu, dia terkejut ketika Gigih mengubah gambar di grup LINE-nya dengan sebuah foto yang menampilkan sekelompok orang memegang banner ISIS.
Menurut Mona, di kampusnya tidak pernah ada ajaran atau khotbah dari kelompok Islam garis keras dan tidak mungkin radikalisasi terhadap Gigih dilakukan di kampus.
“Namun, lain cerita dengan apa yang dilakukan di luar kampus, .”
Seorang analis keamanan yang berbasis di Jakarta, Sidney Jones mengatakan, Naim, soerang militan yang berbasis di Suriah sepertinya menggunakan segala jenis media sosial yang ada untuk menggaet sebanyak mungkin pengikut yang membuat satuan anti terorisme kesulitan untuk melacak para pengikutnya.
“Mungkin mereka [satuan anti terorisme] berhasil menangkap satu kelompok tetapi ada banyak kelompok lain diluar sana,” katanya.
Dalam sebuh postingan blog setelah serangan terkoordinasi yang melanda Paris November lalu, Naim menghimbau pengikutinya di Indonesia untuk belajar dari kejadian itu dan menjelaskan betapa gampangnya untu menggerakkan jihad dari sekedar perang gerilya di hutan-hutan Indonesia menjadi serangan tehadap sebuah kota.
Juni lalu Indonesia berhasil menumpas militant paling dicari, Santoso, yang selama ini bersembunyi di hutan. Namun, analis menyebutkan ancaman yang mungkin ditimbulkan oleh Santoso jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kelopok militant yang secara diam-diam berkembang di kota-kota di pulau utama Indoneisa, Jawa.