Kabar24.com, JAKARTA – Proses persidangan perkara dugaan suap BUMN PT Brantas Abipraya (BA) kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kajati DKI) Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu masih terus berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Nama Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu sempat beberapa kali disebut dalam dakwaan.
Terkait perkara itu Komisi Kejaksaan sempat memberikan rekomendasi kepada Kejaksaan Agung untuk menarik Sudung dan Tomo dari Kejati DKI guna memudahkan proses pengungkapan perkara. Rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah Komjak berkoordinasi dengan Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Sesjamwas) Jasman Panjaitan dan KPK.
Namun Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berpendapat lain dan tidak mengindahkan rekomendasi Komjak. Saat itu Prasetyo mengatakan bahwa pemeriksan oleh tim internal sudah cukup dan menyatakan tidak ditemukan pelanggaran etik.
“Sekarang bolanya ada di KPK. Kita dorong saja untuk kembangkan perkara ini dan mempercepat prosesnya,” kata Komisioner Komjak Indro Sugiarto kepada Bisnis.com, Senin (8/8/2016).
Indro menceritakan bahwa setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua petinggi PT BA, Sudi Suwantoko dan Dandung Pamularno, serta satu perantara suap Marudut Pakpahan, dia mendapatkan sejumlah informasi dari KPK.
Kemudian dia mencoba verifikasi informasi itu kepada Sesjamwas Jasman dan Kajati DKI Sudung. Namun Sudung menolak hadir dengan alasan telah cukup menjalani pemeriksaan oleh internal kejaksaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo memerintahkan Jamwas Widyo pramono membentuk tim khusus untuk mengklarifikasi dugaan suap di Kejati DKI. Tim klarifikasi itu dipimpin oleh Jasman.
Selama beberapa pekan tim tersebut sempat memeriksa beberapa pihak dari Kejati DKI. Selain Sudung dan Tomo, tim internal Jamwas itu juga memeriksa Kepala Seksi Penyelidikan Kejati DKI Rinaldi dan Kepala Bagian Tata Usaha Kejati DKI Nur Elina Sari.
Bahkan tim itu juga mengembangkan pemeriksaan hingga ke Gedung Bundar. Beberapa orang jaksa Tindak Pidana Khusus atau Gedung Bundar Kejaksaan Agung yang diperiksa adalah Direktur Penyidikan Fadil Zumhana, Kasubdit Penyidikan Yulianto, dan Kepala Tata Usaha Andi Dharmawangsa.
Prasetyo mengklaim bahwa berdasarkan pemeriksaan dari tim tersebut tidak ditemukan pelanggaran etik di Kejati DKI. Namun dia menyerahkan sepenuhnya penanganan unsur pidana kepada KPK. “Pemeriksaan etik sudah selesai dan tidak terbukti. Ditunggu seperti apa dari KPK,” ujar Prasetyo.
Adapun dalam dakwaan terhadap Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno, Marudut disebut menerima uang Rp2 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Marudut kemudian menghubungi Sudung untuk menyerahkan uang tersebut.
Namun Sudung tak segera menjawab, Marudut pun menghubungi Tomo. Akan tetapi Marudut ditangkap dalam perjalanan dari hotel di kawasan Cawang menuju Kejati DKI oleh KPK.
Dalam persidangan awal Agustus 2016, Sudung mengakui sudah lama kenal dengan Marudut. Sebab itu dia mempersilahkan yang bersangkutan bertemu dengan dirinya menceritakan ada perkara kawannya yang tengah ditangani oleh Kejati DKI.
Pada 30 Maret 2016, satu hari sebelum OTT, Marudut sempat menghubungi Sudung meminta waktu bertemu. Kemudian pada 31 Maret 2016 pagi Marudut kembali mengirimkan pesan melalui Blackberry Messenger (BBM) kepada Sudung menanyakan sedang di kantor atau tidak.
Sudung mengiyakan sedang berada di kantor, tapi tak lama kembali mengirimkan pesan kepada Marudut yang ditulis dalam bahasa batak. “Jangan datang sekarang, lain waktu, lihat situasi saya, saya kurang sehat, hati-hati. Saya biasa sapa hati-hati, horas,” kata Sudung dalam persidangan sebagai saksi.