Kabar24.com, JAKARTA - Radikalisme dan terorisme dinilai seringkali lahir karena adanya persoalan politik kekuasaan dibandingkan perbedaan ideologi. Oleh karena itu, masyarakat diminta tak terprovokasi memperdebatkan perbedaan agama atau keyakinan.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam seminar Internasional The Muslim World League (MWL) atau Rabithah Al-‘Alam Al-Islami di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
“Apabila dilihat sejarahnya, lebih banyak masalah politik kekuasaan daripada ideologi itu sendiri, lalu terjadilah konflik teror-teror seperti dewasa ini,” katanya dalam sambutan.
Jusuf Kalla yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia itu meminta kalangan Dewan Masjid tak perlu berdebat mengenai perbedaan terminologi dan teoritis terkait agama dan keyakinan.
Menurut dia, penyimpangan agama dan keyakinan seharusnya tak didefinisikan sebagai perbedaan antar-satu keyakinan dengan keyakinan lain. Akan tetapi lebih terkait pada tindakan-tindakan radikal yang mengatasnamakan agama untuk kepentingan-kepentingan lain, terlebih dari sudut politik.
Dia mencontohkan, serangan teror yang terjadi di Paris, Prancis, mungkin ada beberapa pihak yang menganggap karena persoalan agama, tetapi jika diamati lebih dalam, itu berasal dari kemarahan pemuda yang juga peminum alkohol.
Seminar bertema ‘Peran Masjid dalam Menangkal Pemikiran Menyimpang’ itu dihadiri pula oleh Sekretaris Jenderal MWL Syekh Abdullah A. Al-Turki, Presiden RI ketiga Burhanuddin Jusuf Habibie, dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid.
MWL merupakan organisasi Islam non-pemerintah terbesar di dunia yang berpusat di Mekkah dan didirikan pada 18 Mei 1962. MWL secara resmi melakukan sejumlah kegiatan di Indonesia berdasarkan hasil nota kesepahaman (MoU) kerja sama dengan Kementerian Agama.
Beberapa kegiatan yang dilakukan MWL di Indonesia antara lain pembangunan masjid dan madrasah, dan santunan untuk fakir miskin.