Kabar24.com, JAKARTA – Menurut Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting, saat ini pengawasan kejaksaan terhadap seluruh jajarannya masih lemah.
Hal tersebut terkait dengan pidato Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dalam Hari Bhakti Adhyaksa ke 56 pekan lalu yang mengatakan masih adanya oknum jaksa nakal.
“Sebaran daerah kejaksaan sampai ke tingkat kabupaten. Konsekuensinya pengawasan harus kuat. Kalau seperti hari ini pengawasan tidak efektif, SDM [sumber daya manusia] besar, tapi pengawasan lemah,” katanya di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (24/7/2016).
Padahal kejaksaan memegang peran penting dalam proses peradilan di Indonesia.
Peran kejaksaan, kata Miko, sangat signifikan, yakni sebagai penyidik, penuntut, eksekutor, dan juga sebagai pengacara negara.
Oleh karena itu peningkatan pengawasan internal kejaksaan juga perlu diiringi dengan kemauan pemerintah melakukan penguatan terhadap kejaksaan.
Hal paling mudah untuk melihat keengganan pemerintah untuk menguatkan kejaksaan adalah dalam alokasi anggaran.
Miko mencatat kejaksaan mendapatkan alokasi anggaran terkecil dibandingkan kepolisian dan Mahkamah Agung.
Peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Dio Ashar mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah untuk kejaksaan hanya sekitar Rp4 triliun per tahun.
Sementara kepolisian menerima sekitar Rp60 triliun per tahun.
Selain itu, Miko berharap kejaksaan di ulang tahun ke 56 ini juga bebenah diri soal transparansi dan akuntabilitas penanganan perkara.
Dia menilai saat ini banyak perkara yang menyita perhatian publik, tetapi tidak jelas proses penyelidikan maupun penyidikannya.