Kabar24.com, JAKARTA - Kebijakan 'satu atap' dalam pengawasan aparatur yudisial di luar hakim dinilai tidak efektif dalam menjaga marwah lembaga peradilan di Indonesia.
Demikian dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Arsul Sani terkait langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Santoso dan dua orang lainnya.
“Saya kira kebijakan satu atap dalam pengawasan aparatur yudisial di luar hakim sudah waktunya ditinjau ulang,” ujarnya, Jumat (1/7/2016).
Menurutnya, selama ini pengawasan 'dua atap' hanya untuk hakim dengan adanya pengawasan oleh Badan Pengawas MA dan KY. Sedangkan aparatur non-hakim diawasi sendiri oleh MA melalui Badan Pengawas," ujar Arsul.
Menurut Sekjen DPP PPP itu, ke depannya fungsi pengawasan dan pembinaan untuk pencegahan korupsi dilakukan MA. Tetapi yang menyangkut penanganan dugaan pelanggaran, baik oleh hakim maupun aparatur nonhakim, dilakukan oleh lembaga pengawas di luar MA.
Da juga melihat fungsi pengawasan tunggal MA tidak transparan, termasuk soal sanksi yang diberikan.
"Lembaga penanganan yang menerima dan memeriksa dugaan pelanggaran ini tidak harus KY, bisa dibentuk komisi baru atau diserahkan kepada komisi aparatur sipil negara (ASN)," ujarnya.