Bisnis.com, JAKARTA— Kalangan DPR meminta agar kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diperluas sehingga bisa memantau, menyidik, menangkap, dan memberikan sanksi atas tindak pelanggaran hukum di bidang obat-obatan dan makanan.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan selama ini BPOM tidak mempunyai kewenangan apapun dalam hal penindakan bila menemui obat palsu atau makanan yang kadaluarsa. Hal itu dikemukannya menyusul terjadinya tidak kejahatan pemalsuan vaksin yang dinilai membahayakan kesehatan masyarakat.
Menurutnya, karena BPOM berada dibawah Kementerian Kesehatan maka kewenangannya hanya melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Kemenkes. Padahal, ujarnya, seharusnya lembaga itu memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikian, penangkapan, pemberian sanksi mengingat tindak kejahatan pemalsuan obat sangat membahayakan masyarakat.
Dia menggambarkan idealnya tugas BPOM tersebut seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) yang memiliki kewenangan penindakan. Dede pun mengungkapkan kalau kewenangan hukum BPOM itu hanya undang-undang nomor 36 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa lembaga yang berhak melakukan pengawasan hanya BPOM.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyatakan bahwa di Amerika Serikat BPOM berperan seperti Biro Penyelidik Federal (FBI) yang tidak hanya bisa melakukan investigasi, tapi juga bisa memberikan sanksi.
“Pemerintah dan DPR harus duduk bersama membahas ini terutama untuk memastikan apakah perlu melakukan amendemen undang-undang biar BPOM seperti BNN," ujarnya. Desmond menegaskan bahwa pihaknya setuju bila kerja BPOM memiliki kewenangan penegakan hukum sendiri, apalagi saat ini beredar vaksin palsu yang merupakan kejahatan luar biasa.
Namun demikian, dia mengingatkan bahwa diperlukan studi terkait perluasan kewenangan peran BPOm tersebut. Para pelaku pemalsu obat, ujarnya, harus hukuman mati seperti di China karena menyangkut generasi bangsa.