Kabar24.com, JAKARTA – Terpidana BLBI Samadikun Hartono telah membayar cicilan pertama kerugian negara sejumlah Rp21 miliar pada Senin (13/6/2016).
Meski begitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan hal tersebut bukan berarti pembayaran akan tetap dicicil.
Kejaksaan tetap menerima pembayaran tersebut, tapi selanjutnya akan memburu asetnya untuk menutupi kekurangan.
“Aset dilelang sesegera mungkin. Kan aset yang kelihatan itu tidak menutupi. Kita minta cari asetnya,” ujarnnya di Kejaksaan Agung, Jakarta, (16/6/2016).
Hal tersebut adalah tindak lanjut dari penolakan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo atas permintaan terpidana kasus BLBI itu untuk mencicil pembayaran kerugian negara sebanyak lima kali dalam empat tahun.
Namun kejaksaan tidak memberikan tenggat waktu pelelangan tersebut, karena saat ini masih mencari aset Samadikun.
Adapun Samadikun divonis bersalah menyelewengkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk penyehatan PT Bank Modern Tbk dalam kapasitasnya sebagai komisaris utama.
PT Bank Modern Tbk menerima BLBI dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp2,5 triliun. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk penyelamatan Bank Modern yang terkena krisis moneter pada akhir masa pemerintahan Soeharto.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Mei 2003 dia divonis hukuman penjara selama empat tahun, denda sebesar Rp20 juta, dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp169.472.986.461,54.
Terpidana yang sebelumnya buron selama 13 tahun itu kini berada di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat untuk menjalani hukuman pidana hingga empat tahun ke depan.
Mengenai denda sebesar Rp20 juta, Kejari Jakarta Pusat mengatakan bahwa yang bersangkutan telah melunasinya.