Bisnis.com, JAKARTA - PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti akhirnya menyusul PT Panghegar Kana Legacy yang sebelumnya telah berstatus pailit.
Ketiga perusahaan tersebut merupakan satu kelompok usaha dengan Hotel Panghegar sebagai induk usahanya. Putusan tersebut didapatkan menyusul gagalnya upaya para debitur meyakinkan kreditur untuk mendukung proposal perdamaian.
Ketua majelis hakim I Wayan Tirta mengatakan keduanya gagal mencapai perdamaian setelah waktu penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara selama 45 hari berakhir. Upaya debitur yang minta perpanjangan waktu juga gagal disetujui.
"Menyatakan PT Panghegar Kana Properti pailit dengan segala akibat hukumnya," kata Wayan saat membacakan amar putusan perkara No. 37/Pdt.Sus/PKPU/PN.Jkt.Pst., Rabu (15/6/2016).
Putusan serupa juga harus diterima oleh Hotel Panghegar dengan alasan yang sama. Debitur dinilai tidak memenuhi persyaratan perdamaian seperti yang termaktub dalam Pasal 281 ayat 1 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Menyatakan PT Hotel Panghegar pailit dengan segala akibat hukumnya," kata ketua majelis hakim Arifin pada perkara No. 38/Pdt.Sus/PKPU/PN.Jkt.Pst.
Putusan tersebut berdasarkan laporan hakim pengawas selama rapat kreditur. Sebanyak 99,75% kreditur separatis dan 26,45% kreditur konkuren tidak menyetujui perpanjangan PKPU tetap bagi Hotel Panghegar, sedangkan seluruh kreditur separatis dan 71,62% kreditur konkuren Panghegar Kana Properti juga menyatakan pendapat yang sama.
Sehubungan dengan putusan kepailitan, majelis hakim kembali menunjuk Baslin Sinaga sebagai hakim pengawas dan Peter Silalahi, Fithot Sinaga, M. Idris menjadi tim kurator perkara No. 37 serta Tonggo Silalahi, Jimmy Simanjuntak, Sahat Tamba, dan Rivai M Noer menjadi tim kurator perkara No. 38.
Menanggapi hasil tersebut, kuasa hukum Panghegar Syaiful Huda Lazuardhi menyayangkan putusan akhir tersebut. Padahal, tujuan utama PKPU adalah mencapai perdamaian.
"Kami kecewa dengan sikap PT Bank Bukopin Tbk selama ini yang tidak memberikan kesempatan kepada debitur untuk perpanjangan waktu," kata Syaiful seusai persidangan.
Pihaknya akan segera berkonsultasi dengan prinsipal mengenai rencana melakukan upaya hukum. Dalam kepailitan memang tidak mengatur adanya upaya hukum, tetapi dirinya kemungkinan akan mengajukan kasasi.
Kuasa hukum Bank Bukopin Purwoko J. Soemantri menyerahkan seluruh proses kepailitan kepada tim kurator. Bank akan segera melakukan eksekusi jaminan sesuai dengan undang-undang.
"Nantinya sisa hasil lelang, setelah dikurangi piutang bank, akan diserahkan kepada kurator untuk pelunasan piutang kreditur lain," kata Purwoko.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu pengurus Rivai M. Noer menyayangkan debitur gagal untuk mempertahankan proses restrukturisasi utang. Menurutnya, tingkat okupansi hotel dan kondotelnya cukup tinggi.
"Setelah ini kami akan segera berkoordinasi dengan hakim pengawas dan ke Bandung guna verifikasi aset debitur," kata Rivai kepada Bisnis.
Dia menambahkan aset debitur harus segera diinventarisasi dan diamankan untuk dimasukkan dalam boedel pailit. Selain itu, aset berupa hotel maupun kondotel harus tetap dijaga agar berjalan normal dan nilai jualnya tidak berkurang.
Kendati dalam kondisi pailit, lanjutnya, kurator harus mampu mengoptimalkan nilai aset debitur. Jika nilai aset masih tinggi dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan seluruh kewajiban debitur.
Dia menyebut total utang Hotel Panghegar tidak terlalu banyak atau senilai kurang dari Rp200 miliar. Akan tetapi, utang PKP justru membengkak dan membebani induk usaha yang bertindak sebagai penjamin.
Di sisi lain, tim kurator juga tidak akan menghalani niat PT Bank Bukopin Tbk selaku kreditur separatis jika ingin menggunakan hak eksekutorialnya.
Berdasarkan Pasal 59 ayat 1 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), kreditur separatis harus melaksanakan hak eksekusi dalam jangka waktu paling lambat dua bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi.