Kabar24.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti hasil laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal keberadaan transaksi keuangan mencurigakan.
Dalam laporan tersebut, PPATK mengendus 17.078 transaksi mencurigakan selama bulan Januari 2016 hingga April 2016. Jumlah tersebut diperoleh 231 penyedia jasa keuangan. Dari jumlah tersebut sekitar 12.300 laporan atau 72% teridentifikasi terkait dengan tindak pidana.
Ketua PPATK Muhammad Yusuf membenarkan soal laporan itu, hanya saja dia belum bisa berkomentar banyak. Dia perlu waktu untuk menjelaskan soal alur transaksi tersebut.
Secara terpisah, koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri meminta KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut. Pasalnya, laporan itu bisa mengindikasikan keberadaan tindak pidana korupsi. Terlebih, 93,1% pemilik transaksi merupakan perorangan. Bahkan jika diklasifikasikan lagi, sekitar 33% berasal dari kalangan pengusaha.
“Kami mendesak penegak hukum terutama KPK untuk mengusut transaksi mencurigakan tersebut. Terutama apakah transaksi itu berkaitan dengan tindak pindana korupsi,”ujar Febri kepada Bisnis, Jumat (3/6/2016).
Febri memaparkan, masuknya transaksi pengusaha dalam laporan itu menunjukkan dua hal; Pertama, pengusaha belum bersih dari dana ilegal yang bersumber dari hasil kejahatan. Kedua, pengusaha telah menjadi bagian dari praktik korupsi, ICW melihat para pengusaha sengaja mencuci uang hasil tindak pidana korupsi.
“Dalam hal itu, kami melihat pengusaha telah mejadi ‘Gate Keeper’ bagi mereka yang ingin menghalalkan uang haram,” imbuh dia.
Selain data perorangan, Febri menanggapi soal cara pelaku melakukan transaksi. Data itu menjelaskan 53,1% pelaku terdeteksi bertransaksi melalui penyedia jasa keuangan bank. Selebihnya 46,9% melalui PJK non bank.
Dia berpendapat, seharusnya bank yang menerima dana ilegal terlebih ada indikasi uang hasil tindak pidana korupsi perlu diberi sanksi. Pasalnya hingga saat ini belum ada satupun bank atau penyedia jasa keuangan yang diberi sanksi karena menerima atau mengelola dana ilegal.
"PPATK sudah mengetahui apakah transaksi itu mencurigakan atau tidak. Kalaupun ada yang mencurigakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menelusurinya lebih lanjut," katanya.