Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masih Merokok? Beginilah Isi Ancaman Ketua YLKI Kepada Perokok

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pemerintah harus mencabut hak penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bila terbukti perokok.
Siswa SD memegang poster ketika mengikuti kampanye anti rokok di Medan, Sumut/Antara
Siswa SD memegang poster ketika mengikuti kampanye anti rokok di Medan, Sumut/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - "Cabut  hak penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bila terbukti perokok," demikian ancaman yang disampaikan  Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

"Pemerintah harus mengaudit rumah tangga miskin yang menjadi PBI BPJS Kesehatan. Bila mereka merokok satu bungkus per hari, hak PBI-nya perlu dicabut," kata Tulus melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin (30/5/2016).

Tulus mengatakan apabila merokok satu bungkus per hari dengan harga rokok rata-rata Rp12.500 per bungkus, maka rumah tangga miskin membelanjakan Rp450.000 per bulan untuk rokok.

"Konsumsi rokok telah memiskinkan masyarakat, khususnya di rumah tangga miskin. Mereka rata-rata menghabiskan satu bungkus rokok perhari," tuturnya.

Tulus mengatakan data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun menyebutkan konsumsi rokok pada rumah tangga termiskin menempati posisi kedua setelah beras, mengalahkan pembelanjaan untuk telur, daging, susu dan pendidikan anak.

"Karena itu, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia sangat relevan. Bila uang untuk membeli rokok dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi seperti susu, daging, telur dan buah, akan membawa dampak yang lebih positif terhadap masyarakat," katanya.

Menurut Tulus, Indonesia saat ini telah mengalami darurat konsumsi rokok karena jumlah perokok aktif menempati posisi ketiga di dunia setelah China dan India. Perokok aktif di Indonesia tidak kurang dari 29,3 persen dari total populasi.

Untuk mengurangi konsumsi rokok, Tulus mendesak pemerintah untuk meningkatkan tarif cukai rokok, tidak hanya dibatasi hingga 57 persen saja.

Peningkatan cukai rokok akan menyebabkan harga rokok tinggi sehingga tidak bisa dijangkau anak-anak dan rumah tangga miskin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper