Kabar24.com, JAKARTA – Daya saing wartawan Indonesia dinilai masih cukup rendah, khususnya bila dilihat dari indicator keterampilan berbahasa asing. Di tengah era Masyarakat Ekonomi Asean, jurnalis menjadi salah satu profesi yang dituntut memiliki kompetensi tersebut.
Hal tersebut melatarbelakangi peluncuran program Beasiswa Jurnalis yang dilakukan oleh lembaga konsultan pendidikan Euro Management Indonesia bersama Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.
Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat Marah Sakti Siregar mengatakan, masih banyak wartawan Tanah Air yang kurang percaya diri saat melakukan peliputan di luar negeri.
“Kalau wartawan kita dikirim ke luar negeri, mayoritas masih lemah, masih ciut, ada beberapa yang tidak canggung berbaur dengan wartawan internasional tetapi jumlanya hanya sedikit,” ujarnya dalam jumpa pers launching Beasiswa Jurnalis di Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Beasiswa jurnalis ini merupakan beasiswa kursus bahasa asing yang mencakup lima bahasa seperti Jerman, Prancis, Belanda, Jepang, dan Bahasa Inggris. Selain itu ada juga persiapan uji TOEFL, IELTS serta SAT.
Adapun pertemuan kursus akan dilakukan dalam satu kali seminggu. Untuk satu tahun pertama program ini ditargetkan dapat menjangkau 1.000 jurnalis dari kawasan Jabodetabek.
Presiden Direktur Euro Management Bimo Sasongko mengatakan pemberian beasiswa jurnalis ini adalah rangkaian dari gerakan Beasiswa Indonesia 2030, yakni gerakan untuk percepatan penyiapan sumber daya unggul lewat pemberian beasiswa belajar bahasa asing kepada mahasiswa dan pelajar SMA.
Pada tahun ini, pihaknya sudah memberikan beasiwa kursus bahasa asing kepada 1.300 siswa SMA dan 1.200 mahasiswa di Jabodetabek. Dia menargetkan secara bertahap jumlah penerima beasiswa kursus bahasa bisa mencapai 1 juta orang hingga 2030.
“Visi kami memberikan kesempatan seluas-luasnya sehingga banyak orang yang menguasai bahasa asing dan termotivasi untuk kuliah ke luar negeri. Kita harapkan pada 2030 nanti mereka sudah kembali lagi ke Indonesia untuk membangun negara,” katanya.
Dia menyebutkan, jumlah lulusan SMA dan mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan tinggi ke luar negeri masih sangat rendah. Hal ini jauh berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Habibie yang memberikan kesempatan beasiswa ke luar negeri sebanyak-banyaknya.
Penyiapan sumber daya manusia unggul harus dilakukan secara sinergis oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta. Karena itu dia berharap gerakan tersebut dapat menyebar ke pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN juga perusahaan swasta.
“Lebih baik CSRnya diberikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab jumlah lulusan SMA dan mahasiswa kita yang melanjutkan pendidikan tinggi ke luar negeri masih sangat rendah dibandingkan Vietnam, Kamboja maupun Malaysia, apalagi dari negara maju seperti Korea dan China.”