Kabar24.com, JAKARTA – Terpidana penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meminta keringanan berupa cicilan pembayaran kerugian negara selama empat tahun.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tertanggal 28 Mei 2003, Samadikun bertanggung jawab atas kerugian negara senilai Rp169 miliar.
“Mereka sudah siap bayar selama empat tahun, dengan tetap rumah dan tanah sebagai jaminan. Setahun Rp42 miliar,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah melalui pesan singkat, Rabu (11/5/2016).
Rumah yang dimaksud adalah rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Rumah tersebut diperkirakan bernilai Rp50 miliar. Sementara tanah berada di kawasan Puncak, Jawa Barat seluas satu hektare. Namun, kejaksaan belum juga memperkirakan nilai tanah tersebut.
Arminsyah mengatakan hal tersebut masih dirundingkan. Kejaksaan belum menentukan sikap untuk menyetujui permintaan tersebut.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo ingin Samadikun dapat segera memenuhi kewajiban membayar kewajibannya. Prasetyo membenarkan saat ini mengenai tata cara pembayaran sedang dirundingkan dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah.
Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Mudzakkir sah saja apabila pembayaran ganti rugi dilakukan dengan cara mencicil. Namun, dalam kasus ini seharusnya jaksa menimbang tidak ada itikad baik dari Samadikun mengingat dia telah menghindari hukum selama belasan tahun.
“Di sini kita bisa lihat peran jaksa sebagai pengacara negara. Jangan permudah orang yang telah menyulitkan selama 13 tahun,” ujarnya.
Adapun buron BLBI selama 13 tahun itu kini sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan Salemba. Dia divonis empat tahun penjara. Dia tertangkap di Shanghai, China dalam perjalanan menuju rumah anaknya.
Samadikun divonis bersalah menyelewengkan dana BLBI untuk penyehatan PT Bank Modern Tbk dalam kapasitasnya sebagai komisaris utama.
PT Bank Modern Tbk menerima BLBI dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp2,5 triliun. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk penyelamatan Bank Modern yang terkena krisis moneter pada akhir masa pemerintahan Soeharto.
Selain Samadikun, kejaksaan juga masih mengejar buron BLBI lainnya seperti Agus Anwar pemilik Bank Pelita, Wakil Komisaris Bank Surya Bambang Sutrisno, Komisari Bank Harapan Sentosa Eko Edi Putranto, Komisaris Utama Bank Indonesia Raya Atang Latif, dan lainnya.
Penyidikan terhadap penyelewengan dana BLBI dimulai berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada awal tahun 2000-an. Saat itu, guna menyelamatkan 24 bank umum, Bank Indonesia mengeluarkan dana talangan sebesar Rp144 triliun.
Dana tersebut dikeluarkan pemerintah untuk menyehatkan perbankan Indonesia. Sebab ketika itu Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi dan Bank Indonesia mengambil langkah penyelamatan dengan mengucurkan BLBI kepada beberapa bank umum.
Namun para petinggi dan pemilik bank umum malah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Beberapa pemilik bank mengalirkan dana kepada anak-anak perusahaan dan juga ke luar negeri. Hingga saat ini telah ada beberapa pejabat bank umum yang ditahan atas kasus tersebut.