Kabar24.com, JAKARTA— Presiden Barack Obama dan pemimpin-pemimpin negara teluk Arab memulai pembicaraan di Riyadh pada Kamis (21/4/2016) guna membangun aksi bersama dalam menangani ancaman keamanan dari Iran dan ISIS serta mengurangi ketegangan yang terjadi di wilayah itu.
Isu-isu tersebut dibahasa dalam pembicaraan bilateral pada Rabu dengan para pemimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Isu-isu tersebut juga akan mendominasi pembahasan dalam pertemuan yang diikuti oleh anggota Gulf Cooperation Council (GCC) yang lain.
Frustasi yang melanda negara-negara Teluk Arab diperburuk oleh masalah yang terjadi baru-baru ini yang membuat Arab Saudi dan sekutu regionalnya kurang menerima Obama dalam perjalanan keempat dan mungkin terakhirnya ke kerajaan tersebut.
Timur Tengah sedang bergelut dalam sengketa mengenai pengaruh. Sengketa ini terjadi antara blok negara-negara yang sebagian besar merupkan pengikuti aliran Sunni, termasuk yang konservatif, dan negara monarki Teluk Arab yang pro barat dengan revolusioner Syiah dan sekutunya.
Kebanyakan anggota GCC termasuk Kuwait, Qatar dan Bahrain serta Oman kecewa dengan kepresidenan Obama. Mereka percaya bahwa Amerika Serikat telah mundur dari area tersebut dan memberikan lebih banyak ruang bagi Iran.
Mereka juga kecewa dengan pernyataan Obama dalam sebuah wawancara majalah yang sepertinya menyatakan mereka sebagai free-rider atau ikut-ikutan dalam usaha Amerika untuk menjaga keamanan dan mendesak mereka untuk berbagi wilayah dengan Teheran.
Sementara itu, Presiden Amerika mengatakan dia ingin sekutu negara Teluk untuk menawarkan reformasi yang lebih demokratis dan meningkatkan jaminan hak asasi manusia yang juga dibahasnya dengan Raja Salman dari Arab Saudi pada Rabu.