Kabar24.com, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dengan tegas menolak usulan Ketua KPU, Husni Kamil Malik, untuk membebani biaya meterai kepada pemilih dalam formulir dukungan kepala daerah dari jalur perseorangan.
Ketua KPU Husni Kamil Malik, mengusulkan KPU akan mewajibkan lembar dukungan masyarakat kepada pasangan calon kepala daerah melalui jalur perseorangan nantinya wajib disertai meterai. Artinya, setiap orang yang kelak ingin mendukung calon jalur perseorangan, akan dikenakan biaya Rp6.000, agar dapat menggunakan hak pilihnya.
“Jika diakumulasi jumlah biaya meterai tersebut terhadap jumlah minimal dukungan calon kepala daerah jalur perseorangan - yang dapat mencapai ratusan ribu di setiap daerah di Indonesia - ini akan menjadi ongkos politik yang sangat mahal, bagi calon, dan terutama bagi pemilih,” ujar Alghiffari Aqsa, Direktur LBH Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy menuturkan, pembubuhan meterai di lembar dukungan juga berpotensi bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai juncto PP Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai sama sekali tidak mengatur tentang kewajiban pembubuhan meterai di lembar dukungan politik bagi setiap orang untuk calon kepala daerah dari jalur perseorangan.
“Selain itu, kami juga menilai bahwa terdapat potensi pelanggaran HAM dari usulan kebijakan meterai tersebut. Pasal 21 Deklarasi Universal HAM dan Pasal 25 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 melindungi hak setiap orang untuk memberikan dukungan politik dan menggunakan hak pilihnya secara bebas,” tambah Alldo.
“Usulan Ketua KPU Husni Kamil Malik juga bertentangan dengan semangat demokrasi yang sedang dibangun oleh negara ini. Pada tahun 2015, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusan Nomor 46/PUU-XIII/2015 memberikan kemudahan bagi calon independen berlaga di pemilihan kepala daerah dengan meringankan syarat pengumpulan kartu identitas,”ujarnya.
“Jika Ketua KPU meneruskan usulan kebijakannya, itu tanda kemunduran demokrasi,” tutup Alghiffari Aqsa.