Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PERBURUAN KORUPTOR: Siapa Setelah Samadikun...?

Kejaksaan Agung tengah mengupayakan pemulangan Samadikun Hartono, buronan negara yang pernah menjabat Komisaris Utama Bank Modern, ke Indonesia dari China.
Samadikun Hartono, 68 tahun, buronan tim pemburu koruptor sejak 2003. Sudah tertangkap. /kejari
Samadikun Hartono, 68 tahun, buronan tim pemburu koruptor sejak 2003. Sudah tertangkap. /kejari

Bisnis.com, JAKARTA—Kejaksaan Agung tengah mengupayakan pemulangan Samadikun Hartono, buronan negara yang pernah menjabat Komisaris Utama Bank Modern, ke Indonesia dari China.

“Dalam proses. Namanya ditangkap di negara asing kan perlu proses, tapi under control sudah dibawa ke sini,” kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Sabtu (17/4/2016).

Penangkapan Samadikun merupakan hasil kerja sama tim pemburu koruptor. Prasetyo menyangkal kabar yang beredar bahwa buronan itu menyerahkan diri.

Menurutnya, penangkapan ini adalah hasil penjajakan oleh Kejaksaan Agung yang berkerja sama dengan semua pihak. “Ia [Samadikun] dijemput oleh BIN, BIN kan bagian tim pemburu koruptor. Itu gabungan dari berbagai sektoral, ketuanya kejaksaan,” ujar orang nomor satu di korps Adhyaksa itu.

Tim pemburu koruptor terdiri antara lain dari unsur Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung. Ketua tim tersebut dijabat oleh mantan Wakil Jaksa Agung Andi Nirwanto.

Informasi terakhir yang tertera dalam situs Kejaksaan Agung, Samadikun disebut tinggal di Apartemen Beverly Hills, Singapura. Dia juga disebut memiliki pabrik film di China dan Vietnam.

Selain Samadikun, Jaksa Agung mengatakan masih mengejar buronan lain, di antaranya adalah Joko Tjandra yang telah menjadi terpidana dua tahun dalam perkara cessie Bank Bali dan Edy Tanzil (terpidana 20 tahun dalam perkara pembobolan Bank Bapindo).

Selain mereka, dalam situs Kejaksaan Agung, masih ada terpidana lain yang masih buron di antaranya adalah Lesmana Basuki yang menjadi terpidana dalam perkara tol JORR, Eko Edi Putranto (terpidana dalam perkara BLBI Bank Harapan Sentosa), Hary Matalata (terpidana dalam perkara ekspor tekstil), dan Hendro Bambang Sumantri (terpidana dalam perkara penyalahgunaan laboratorium Pusat Pengendalian Mutu Barang Kementerian Perdagangan).

Jaksa Agung meminta waktu untuk menemukan mereka karena ada beberapa negara yang diduga menjadi tempat para buronan belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Berdasarkan catatan Bisnis, kasus Samadikun berawal ketika PT Bank Modern Tbk menerima bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp2,5 triliun pada 1997.

Samadikun kemudian dituduh memakai sebagian uang itu untuk investasi dan membiayai perusahaan dalam kelompok usahanya.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum ketika itu menuntut Samadikun melakukan korupsi dengan kerugian negara sekitar Rp169 miliar. Dari jumlah tersebut, yang menjadi tanggung jawab dari Samadikun adalah Rp11,9 miliar.

Kemudian Samadikun divonis bersalah berdasarkan putusan Mahamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003. Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk. itu dihukum empat tahun penjara.

Putusan kasasi itu menganulir putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Agustus 2002. Namun, Samadikun melarikan diri saat aparat menggerebek rumahnya di Jalan Jambu Nomor 88, Menteng, Jakarta Pusat, sehingga tidak dapat dieksekusi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (18/4/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper