Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kembali menegaskan bahwa negara tak boleh terlibat dalam pengurusan uang tebusan dalam kasus-kasus penyanderaan. Hal ini disampaikan Menlu terkait upaya pembebasan sepuluh WNI yang disandera Abu Sayyaf di Filipina.
"Negara, secara prinsip tak boleh terlibat masalah tebusan. Negara tak boleh melakukan itu,” kata Retno di Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).
Retno menyampaikan koordinasi Indonesia dengan Filipina, juga otoritas setempatnya terus berjalan.
"Kami mohon doa masyarakat Indonesia untuk upaya penyelamatan 10 warga negara Indonesia yang disandera," kata dia.
Retno tak pernah menanggapi kabar adanya tenggat waktu penyerahan uang tebusan yang diajukan Abu Sayyaf. Kabar yang beredar, kelompok tersebut memasang 'deadline' 8 April lalu. Saat ditanyai soal apakah tebusan itu terpenuhi, Retno memilih bungkam.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan opsi negosiasi tetap dikedepankan demi menyelamatkan 10 WNI yang disandera. Dia juga tak berkomentar soal tenggat waktu penyerahan tebusan.
"Meski militer Filipina sudah mengepung mereka, perwira kita sudah asistensi juga, tapi harus negosiasi dulu," kata Ryamizard di Parung, Bogor, Jumat lalu.
Kata Ryamizard, Indonesia mengirim sejumlah perwira pasukan khusus untuk bergabung dengan militer Filipina yang memantau pergerakan sandera. "Perwira kita untuk memantau lah, biar tahu seperti apa di sana."
Dia mengatakan Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah Filipina, termasuk dengan perusahaan pemilik dua kapal Indonesia yang dibajak, PT Patria Maritime Lines.
"Saya juga berkontak dengan orang perusahaan itu," ujarnya. Namun, dia enggan menanggapi apa hasil lanjutan koordinasi tersebut.
Ryamizard sempat mengatakan operasi militer adalah pilihan akhir, karena akan memicu korban.
Komentar Ryamizard terbukti pada operasi militer yang dilancarkan Filipina ke markas kelompok Abu Sayyaf di Basilan, Filipina, Sabtu lalu. Dari kontak senjata selama sekitar 10 jam, sebanyak 18 prajurit Filipina tewas, sementara 53 terluka.
Menlu Retno, yang sudah berkomunikasi dengan pihak Filipina, menyampaikan bahwa 10 WNI yang disandera tak berada di lokasi kontak senjata.