Kabar24.com, JAKARTA − Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai ada keganjilan dalam Operasi Tangkap Tangan yang dilaksanakan KPK.
Sebab selama ini KPK selalu menangkap tangan penyuap dan penerima suap.
Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap pemberi dan penerima suap harus ada.
Dalam UU itu harus ada kesepatakan antara pemberi dan penerima suap agar KPK dapat menetapkan OTT itu ke dalam delik suap.
“Namanya OTT kan penyuapan. Kemarin kan terminologinya penyuapan. Itu penyuap dan disuap harus ketemu, kena semua. Kajati dan Aspidsus Kejati DKI baru diperiksa sampai pagi sebagai saksi,” katanya.
Hibnu mendorong KPK mengintensifkan pemeriksaan terhadap pihak yang akan menerima suap dari PT Brantas Abipraya.
Dengan cara mencari bukti dari penyadapan yang selazimnya dilakukan sebelum melaksanakan OTT.
“KPK saat ini masih penyelidikan masih pemeriksaan. Mungkin akan segera menemukan siapa yang disuap, siapa yg menjanjikan. Apa oknum lain atau yg sebelumnya telah diperiksa,” jelasnya.
Sejauh ini KPK baru menetapkan tersangka dari pemberi suap, yakni Direktur PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.
Menurut Hibnu apabila KPK tidak segera menetapkan tersangka dari penerima suap, lembaga antirasuah itu dapat kehilangan kepercayaan masyarakat.
Selain itu juga dapat memberikan kesempatan bagi calon tersangka untuk menghilangkan barang bukti.