Bisnis.com, MEDAN - Pemerintah Indonesia diharapkan mengabaikan permintaan kelompok Abu Sayyaf agar menyediakan uang tebusan sebesar 50 juta Peso atau senilai Rp14,2 miliar untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia disandera di Filipina.
"Tuntutan yang disampaikan kelompok ekstremis itu tidak perlu dipikirkan dan jangan terlalu dipercaya, karena mereka bisa melakukan hal yang sama di kemudian hari," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU) Syafruddi di Medan, Sabtu (2/4/2016).
Pemerintah, menurutnya, tidak perlu melakukan negosiasi atau berunding dengan kelompok Abu Sayyaf, karena hal itu menyangkut wibawa Indonesia.
"Kita tidak mungkin takut dengan ancaman kelompok teroris itu, dan bila ada izin dari pemerintah Filipina, Indonesia harus segera menurunkan pasukan elit untuk membebaskan 10 WNI yang disandera," ujar Syafruddin.
Dia menjelaskan memang kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan uang itu kepada pengusaha Tugboat "Brahmana 12" dan kapal "Anand 12" tempat 10 WNI bekerja. Namun, pihak pengusaha angkutan batu bara tersebut, juga tidak perlu memenuhi permintaan kelompok Abu Sayyaf, karena hal itu adalah pemerasan atau intimidasi.
"Serahkan saja permasalahan WNI yang disandera itu, kepada pemerintah untuk melepaskannya, karena hal ini merupakan tanggung jawab negara untuk menyelamatkan warganya yang menghadapi masalah," ujarnya.
Syafruddin menambahkan, Indonesia saat ini terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Filipina dan Interpol agar segera membebaskan WNI tersebut.
Sebab, Indonesia dengan Filipina harus bertanggung jawab untuk menyelamatkan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf dan diharapkan tidak sampai mengalami penyiksaan hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
"Pemerintah harus segera berusaha maksimal untuk membebaskan WNI dari tawanan bajak laut mau pun kelompok teroris itu. Hal ini merupakan ancaman serius bagi Indonesia, dan segera dituntaskan," kata Guru Besar Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan bahwa pemerintah tengah mengupayakan pembebasan 10 anak WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.
"Untuk menangani kasus ini, saya terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina, termasuk di antaranya langsung berkomunikasi dengan Menlu Filipina," kata Menlu Retno dalam pernyataan pers di Ruang Palapa Kementerian Luar Negeri di Pejambon, Jakarta.
Menlu juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan terus bekerja keras dan berkoordinasi untuk menyelamatkan 10 WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf.
Tugboat bernama Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 berbendera Indonesia yang diawaki 10 WNI dan membawa 7.000 ton batu bara dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan menuju Batangas, kawasan Filipina Selatan, dibajak kelompok Abu Sayyaf, Sabtu (26/3).