Kabar24.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengaku pernah menjadi korban praktik kolusi antara dokter dengan perusahaan farmasi.
Kejadian tersebut terjadi saat anaknya di rawat di sehuah rumah sakit swasta di Jakarta. Waktu itu, anaknya menderita demam berdarah.
"Dokter memberikan obat antibiotik kepada anak saya," ujar Tulus saat ditemui di Kantor YLKI, Selasa (9/2/2016) kemarin.
Dia heran, penderita demam berdarah sebenarnya tak terlalu memerlukan obat antibiotik. Cairan dan obat diluar antibiotik lainnya justru lebih penting bagi anaknya saat itu. Dia tahu, karena anaknya tidak satu kali terserang virus tersebut.
"Harga abiotiknya juga diluar perkiraan, padahal tak terlalu perlu," kata dia lagi.
Dia berusaha mempertanyakan hal itu kepada dokter yang menangani anaknya. Usut punya usut, ternyata dokter tersebut punya 'hubungan bisnis' dengan produsen obat.
"Saya waktu itu jelas mempertanyakan pemberian obat tersebut. Ternyata ada praktik kolusi tersebut," kata dia.
Praktik kolusi antaa dokter dan produsen obat mendapat perhatian dari KPK dan Kementerian Kesehatan. Pada selasa (2/2) awal bulan lalu, mereka menyepakati untuk 'mengontrol' praktik gratifikasi melalui perjanjian kerjasama saling menguntungkan (sponsorship) antara produsen obat dengan dokter.
Namun demikian, mereka tetap melegalkan pemberian sponsorship dengan catatan melalui institusi kedokteran. KPK maupun Kemenkes bersikukuh pemberian sponsorship melalui institusi bukan gratifikasi.