Kabar24.com, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akui pemerintah daerah lalai dalam mendata orang yang masuk ke wilayahnya, sehingga kesulitan mengantisipasi bentrokan massa yang ada di daerahnya.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan masyarakat setempat sebenarnya sudah memperingatkan pemerintah daerah terkait masuknya sejumlah orang mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Akan tetapi, pemerintah daerah lalai dalam melakukan kontrol dan pendataan terhadap orang yang masuk ke wilayahnya.
“Jadi masyarakat sebenarnya sudah memperingatkan, tetapi kontrol dari pemerintah daerah dari bawah juga lalai. Kemudian saat sudah terjadi seperti ini, baru semuanya teriak,” kata Cornelis di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Cornelis menuturkan pemerintah provinsi juga sebenarnya sudah mengingatkan pemerintah kabupaten untuk melakukan pengecekan terhadap orang yang masuk ke wilayahnya.
Cara tersebut akan memudahkan pencarian orang hilang yang diduga masuk ke Kalimantan Barat.
Saat ini, menurut Cornelis, pihaknya sudah melakukan evakuasi terhadap seluruh masyarakat perkampungan Kelompok Gafatar.
Proses evakuasi tersebut dipusatkan di Pontianak untuk mencegah penyerangan dari masyarakat.
“Semua sudah terkonsentrasi di Pontianak, supaya jangan mereka diserang. Kami selamatkan nyawa mereka, agar tidak ada korban jiwa,” ujarnya.
Cornelis juga mengatakan pihaknya akan mengembalikan warga perkampungan tersebut ke daerahnya masing-masing, karena mereka masuk ke Kalimantan Barat secara diam-diam, tanpa menggunakan mekanisme transmigrasi yang resmi.
Seperti diketahui, sebuah pemukiman yang didiami warga eks-Gafatar di Desa Moton, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, dibakar massa pada 19 Januari 2016.
Aksi itu terjadi karena kekesalan warga terhadap isu terkait aktivitas Kelompok Gafatar di Indonesia.
Warga yang mengaku sudah keluar dari Kelompok Gafatar itu sendiri telah beberapa bulan mendiami Desa Moton.