Kabar24.com, SEMARANG—Kelesuan industri pengolahan Jawa Tengah tercermin dari kualitas kredit yang kian buruk. Sepanjang triwulan III/2015 persentase kredit macet mendekati ambang batas indikatif sebesar 5%. Industri tekstil bahkan mencatatkan lonjakan NPL tujuh kali lipat sejak awal tahun ini.
Data teranyar Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Jateng menunjukkan sepanjang triwulan III/2015 tingkat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) merangkak naik ke level 4,98%, nyaris menyentuh level indikatif.
BI menilai, peningkatan NPL industri pengolahan tersebut turut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap NPL Jateng secara keseluruhan. Pasalnya, pangsa kredit industri pengolahan cukup dominan di wilayah tersebut, yakni berkisar 25% terhadap total kredit Jateng.
Hal ini ditengarai dipicu oleh karakteristik industri pengolahan regional yang mengandalkan komponen impor dalam produksinya. Bahkan, pada beberapa jenis industri bahan impor menjadi komponen utama produk.
Depresiasi serta volatilitas rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat laju usaha sektor industri pengolahan tersendat dan pada akhirnya mempengaruhi kemampuan menjaga kualitas kreditnya pada perbankan.
Hampir seluruh jenis industri pengolahan Jateng menorehkan peningkatan NPL. Tingkat NPL tertinggi dibukukan oleh industri pakaian jadi dan perlengkapannya yang mengimpor bahan seperti pewarna, benang. NPL jenis industri ini melambung sangat tajam dari 0,85% pada triwulan I/2015 menjadi 7,01% pada triwulan III/2015.
Mengekor industri tekstil, jenis industri barang plastik mencatatkan tingkat NPL sebesar 5,97% dari triwulan I/2015 yang berkisar 3,21%. Diikuti oleh jenis industri tepung dan pati yang mengimpor gandum sebagai bahan baku utamanya. Jenis industri itu menorehkan NPL sebesar 4,15% dari triwulan I/2015, yakni 3,53%.
Di sisi lain jenis industri peralatan rumah tangga, alat pertanian, pertukangan, serta industri kendaraan bermotor relatif stabil dengan NPL di level yang lebih rendah.
Sepanjang triwulan III/2015 penyaluran kredit perbankan Jateng bertumbuh 9,35% (year-on-year)dengan nilai kredit Rp290,81 triliun (yoy), turun tipis dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang bertumbuh 9,52%.
Perlambatan ini dibarengi dengan NPL yang menanjak ke level 2,96% sepanjang triwulan III/2015, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni 2,90%. Jika dibandingkan dengan NPL nasional pada periode yang sama, yaitu 2,69%.
Sebelumnya, BI memandang kendati belum memasuki fase deindustrialisasi yang ditandai dengan penurunan porsi industri dalam pembentukan produk domestik bruto regional (PDBR), sumbangsih industri dalam pertumbuhan tak bergerak.
“Kontribusinya sekitar 32%-33%. Tahun depan masih sama, 31%-32%. [Porsi industri] tak akan berubah dalam 2-3 tahun ke depan karena saya lihat belum ada kebijakan yang sangat struktural,” kata Kepala Perwakilan BI Jateng Iskandar Simorangkir.
Industri Pengolahan Turunkan Kualitas Kredit Jateng
Kelesuan industri pengolahan Jawa Tengah tercermin dari kualitas kredit yang kian buruk. Sepanjang triwulan III/2015 persentase kredit macet mendekati ambang batas indikatif sebesar 5%. Industri tekstil bahkan mencatatkan lonjakan NPL tujuh kali lipat sejak awal tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ardhanareswari AHP
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
2 jam yang lalu
Kala Prabowo Ingin Maafkan Koruptor demi Asset Recovery
8 jam yang lalu
Respons BI soal Pabrik Uang Palsu di UIN Makassar
8 jam yang lalu