Kabar24.com, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan keputusan apakah sidang Mahkamah Kehormatan Dewan terkait Ketua DPR Setya Novanto digelar secara tertutup atau terbuka adalah keputusan MKD sendiri.
Meski begitu, Pram menyebutkan, kalau sidang diputuskan berlangsung secara tertutup, maka akan menimbulkan tanda tanya.
“Kalau [sidang] diputuskan tertutup secara luas bisa menimbulkan pertanyaan, prasangka, tanda baca yang macam-macam,” kata Pram sebelum MKD akhirnya memutuskan bahwa sidang yang berlangsung hari ini, Senin (7/12/2015) berlangsung secara tertutup.
Pram menambahkan, meski berlangsung tertutup, penyelenggaraan sidang secara tertutup tidak akan mengurangi atau mempengaruhi pengetahuan publik tentang substansi kasus tersebut.
“Rekaman sudah tersebar,” kata Pram yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP.
Sementara itu, peneliti politik dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia Lucius Karus mengatakan anggota MKD tidak seharusnya takluk kepada Setya Novanto yang diduga melanggar kode etik.
“Tapi sidang tersebut aneh. Kok anggota MKD menuruti permintaan Setya Novanto. Padahal MKD bertugas menjaga marwah kehormatan dewan,” katanya.
Dengan sidang tertutup, Lucius menyimpulkan adanya kongkalikong untuk menyelamatkan kedudukan Setya sebagai Ketua DPR.
Publik tidak punya alasan untuk mempercayai kesungguhan MKD dalam menuntaskan kasus dugaan pelanggaran etik tersebut.
“Publik sudah tahu sepak terjang MKD,” ujar Lucius.
Seperti diketahui, sebelum kasus pelanggaran etik dugaan mencatut nama Presiden dan Wapres, MKD pernah menyidangkan Setya dalam kasus pelanggaran etik karena bertemu dengan pebisnis sekaligus kandidat calon Presiden AS Donald Trump di sela tugasnya.
Pertemuan itu difasilitasi oleh Hary Tanoesoedibjo, bos MNC Group sekaligus pendiri Partai Perindo.
Dalam kasus itu, MKD hanya menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran kepada Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.