Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sapardi Djoko Damono: Jangan Menulis Saat Jatuh Cinta

Penyair Sapardi Djoko Damono punya resep khusus di balik kedashyatannya menulis. Ia menceritakannya rahasianya itu saat mengisi Workshop Festival Pembaca Indonesia 2015 di Jakarta pada Sabtum 5 Desember 2015.
Sapardi Djoko Damono/Antara
Sapardi Djoko Damono/Antara

Kabar24.com, JAKARTA--Penyair Sapardi Djoko Damono punya resep khusus di balik kedashyatannya menulis.  Ia menceritakannya rahasianya itu saat mengisi Workshop Festival Pembaca Indonesia 2015 di Jakarta pada Sabtu, 5 Desember 2015.

Sapardi mengaku, tak pernah menulis saat dirinya sedang dalam keadaan emosi yang tidak stabil, misalnya saat jatuh cinta, saat patah hati, saat sangat marah, sangat sedih atau bahkan sangat rindu.

"Kalau saudara sedang sangat marah, misalnya, maka itu tidak akan jadi. Saya saat menulis puisi Dongeng Marsinah itu dalam keadaan sangat marah makanya itu butuh waktu sampai tiga tahun untuk menyelesaikannya, bahkan sampai sekarang pun kalau saya membaca lagi puisi itu, saya masih marah dan ingin memperbaikinya," kata Sapardi dalam workshop Festival Pembaca Indonesia 2015 di Jakarta pada Sabtu (6/12/2015).

Peraih Penghargaan untuk Pencapaian Seumur Hidup dalam Sastra dan Pemikiran Budaya dari Akademi Jakarta itu yakin, orang yang sedang emosi tinggi atau marah tak akan bisa menulis puisi dengan baik.

"Kalau emosi tinggi jangan nulis, nanti puisinya tanda pentung semua, siapa yang bisa baca? Tenangkan dulu perasaannya. Ajak bicara emosinya, 'hei, saya mau nulis dulu, kamu menyingkir dulu', jadi harus ada jarak antara penyair dan apa yang akan disyairkan. Namanya jarak estetis," kata Guru Besar Pensiun (professor emeritus) UI itu.

Sapardi mengisahkan, saat dirinya menulis Dongeng Marsinah dirinya merasa benar-benar marah dan sulit berjarak dengan karyanya mengingat peristiwa pembantaian Marsinah benar-benar telah membuat sastrawan kelahiran Surakarta itu.

Sapardi menulis puisi sejak 1957, pertama kali menerbitkan "Duka-Mu" (1969) yang diikuti dua kumpulan sajak tipis pada 1974, "Mata Pisau" dan "Akuarium". "Perahu Kertas" dan "Sihir Hujan" masing-masing mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan Anugerah Puisi Putera, Malaysia pada 1983.

Selain puisi, Sapardi juga menulis cerpen dan novel seperti "Membunuh Orang Gila", "Trilogi Soekram", dan "Hujan Bulan Juni". Buku-buku esainya yang mutakhir adalah "Tirani Demokrasi", Slamet Rahardjo", "Sebuah Esai, Mengapa Ksatria Memerlukan Punakawan?," serta "Alih Wahana".


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper