Kabar24.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti satu suara dengan Kejaksaan Agung, pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto ihwal lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia merupakan pemufakatan jahat.
"Kalau itu pemufakatan jahat," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Menurutnya, jika sudah masuk kategori permufakatan jahat, masuk dalam ranah pidana khusus bukan pidana umum. Namun lantaran kasus tersebut sudah diselidiki Kejaksaan Agung maka Polri siap membantu bila dibutuhkan termasuk soal forensik bukti rekaman itu.
"Belum [ada uji forensik] ini masih penyelidikan untuk menentukan apa ada tindak pidana atau bukan," katanya.
Sementara itu mengenai pidana umum dalam kasus yang populer dangan istilah papah minta saham itu, Polri menunggu hasil sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.
Sebab, imbuh Badrodin, rekaman tersebut harus dikonfrontir terlebih dahulu dengan pihak terkait yaitu Novanto, Rizha Chalid, dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. "Mana yang benar, jadi kami masih menunggu," katanya.
Kemarin malam, selepas menjalani sidang MKD, Maroef menjalani pemeriksaan lanjutan di Kejagung. Pemeriksaan itu dilakukan, mulai Rabu (2/12) malam dan dilanjutkan pada Kamis (3/12) pagi.
Bahkan telepon seluler yang digunakan untuk merekam pembicaraannya dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid sudah berada di tangan kejaksaan untuk bahan penyelidikan.
Seperti diketahui Kejagung mulai mendalami kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres oelh Ketua DPR Setya Novanto terkait lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi dalam skandal perpanjangan kontrak Freeport Indonesia. Dia menduga terjadi pemufakatan jahat dalam kasus tersebut. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan, masih kita dalami, katanya, Selasa (1/12) lalu.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah menyampaikan pihaknya baru pada tahap akan melakukan penyelidikan dan pendalaman kasus.
Adapun unsur pidana yang didalami penyidik adalah dugaan pemufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi.