Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menganggap proses persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan berlebihan dalam menggali informasi dari pelapor dan saksi terkait rekaman percakapan Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoedin.
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, mengatakan ada proses yang berlebihan dari upaya menggali informasi dalam proses Mahkamah Kehormatan Dewan. Meski demikian, ada fakta yang terungkap dalam proses persidangan tersebut.
“Dari pembicaraan yang ada memang beberapa hal bersifat fakta, tetapi juga ada yang bersifat hiperbola,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Pramono menuturkan pemerintah selama ini merasakan hal yang sama seperti masyarakat, karena proses persidangan tersebut dilaksanakan secara terbuka. Apalagi, proses persidangan tersebut juga disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional.
Menurutnya, selama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memantau perkembangan yang terjadi di Mahkamah Kehormatan Dewan. Saat ini, Presiden menunggu proses di Mahkamah Kehormatan Dewan, untuk menghormati persidangan tersebut.
“Presiden memantau dan mengikuti secara seksama, karena beberapa kali kami juga berdiskusi, serta melaporkan perkembangan proses Mahkamah Kehormatan Dewan kepada Presiden,” ujarnya.
Terkait penyebutan nama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Pramono menyerahkan hal tersebut kepada proses di Mahkamah Kehormatan Dewan. Pramono sendiri mengaku telah mendengarkan rekaman tersebut sebelum diputar di persidangan.
Dia juga menyebutkan hingga kini Presiden Jokowi belum melakukan komunikasi dengan Ketua DPR setya Novanto terkait hal tersebut. Saat ini, pemerintah menginginkan kebenaran dari persoalan tersebut diungkap kepada masyarakat.
Presiden, lanjut Pramono, belum meminta konfirmasi kepada sejumlah menteri yang namanya disebut-sebut dalam rekaman percakapan tersebut. “Presiden tidak perlu konfirmasi kepada siapapun,” ucapnya.