Kabar24.com, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia(UI), Chudry Sitompul, berpendapat jika rekaman terkait pencatutan nama presiden ihwal renegosiasi kontrak PT Freeport terbukti bukan suara Ketua DPR Setya Novanto, maka pihak penyebar dan perekam dapat berurusan dengan hukum.
"Kalau tidak terbukti berbahaya, merekam tanpa seizin salah," katanya dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11/2015).
Menurut dia, pihak yang menyebarkan transkrip rekaman tersebut juga harus menghadapi konsekuensi hukum, ketika terbukti tertuduh setelah dibuktikan tidak terlibat.
"Iya, sebagai orang yang menyebarluaskan rekaman bisa kena pidana. Apalagi ilegal," katanya.
Bila Terbukti
Sebaliknya, bila terbukti Setya Novanto mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla tentang janji perpanjangan kontrak PT. Freeport sebagaimana dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan, dapat dikenakan pidana umum maupun korupsi.
"Karena itu harus diklarifikasi," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR Fadli Zon membela Setya Novanto. Menurut dia, Novanto menampik seluruh tuduhan dalam transkrip rekaman yang tersebar, seperti pencatutan nama presiden dan meminta jatah saham.
Menteri ESDM Sudirman Said pada Senin (16/11/2015) melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan soal pencatutan yang diduga dilakukan Setya Novanto.
Rencananya MKD akan bersidang pada pekan depan untuk menindaklanjuti laporan Sudirman tersebut. Rekaman tersebut diduga berisi percakapan antara Setya, Dirut Freeport Maroef Sjamsuddin, dan pengusaha.